Senin, 29 Desember 2014

MODUL Intervensi Konseling Kelompok untuk Anak ADHD



Hai semua... kali ini saya ingin memberikan contoh mengenai pembuatan modul terapi psikologi, yaitu:

MODUL
Intervensi Konseling Kelompok untuk Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
  1. PENDAHULUAN
Mengenal anak berkebutuhan khusus sangatlah luas terbentang dari memahami siapa mereka, mengapa mereka seperti itu, bagaimana, dimana dan kapan pendidikan mereka. Masalah lain adalah adanya pemahaman baru bagaimana cara melihat mereka dipandang dari segi sosial pendidikan.
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan terapi, usia berapa pun diketahui, sebaiknya lekas dilakukan terapi.  Namun untuk hasilnya jelas lebih baik untuk yang ditemukan sedini mungkin. Anak yang tidak dilatih dan diterapi untuk mandiri semakin besar, akan semakin menjadi beban bagi orang tua dan keluarganya.
  1. PENGERTIAN
  • Intervensi memfokuskan pada peningkatan pemahaman gangguan dan bagaimana dampaknya pada prestasi sekolah
  • Asumsi : siswa perlu menghadapi gangguannya dan mengenali hal tersebut sebagai bagian dari dirinya
  • Banyak orang dengan ADHD dapat memberikan kontribusi bernilai dan signifikan ke masyarakat. Rahasia suksesnya adalah mengelola pikiran, perasaan dan perilaku
  • Masing-masing sesi mempunyai tujuan spesifik terkait denga pikiran, perilaku dan keterampilan yang difokuskan pada pencapaian sekolah/akademik dan personal dan setiap sesi selalu dimulai mereview sesi sebelumnya dan mengecek penerapan keterampilan/skill. Sesi diakhiri dengan tugas untuk mempraktekan dan mendorong mengungkapkan ringkasan
  • Sesi didasarkan pada tema perjalanan sehingga siswa dapat membayangkan mereka melakukan perjalanan
  • Perjalanan membutuhkan persiapan dan kemampuan untuk mengenali tanda-tanda/rambu2 di jalan dan mengelola kendaraan dengan cara tertentu yaitu siswaakan sampai ke tempat tujuan akhir dengan selamat
  • Karena peserta/siswa ini ADHD, mereka akan menjadi pelancong/traveler dengan mengambil route yang berbeda dengan orang lain meskipun mereka pada akhirnya sampai/tiba pada tujuan yang sama
  • Metaphor/perumpamaan dengan perjalanan (journey) memberikan kesempatan untuk menyusunaktivitas kelompok yang menyenangkan dan memungkinkan peserta merefleksikan tujuan dan penetapan tujuan, pengaruh karakteristik personal terhadap pencapaian tujuan, keterampilan pengelolaan personal/pribadi
  • Karena mereka memikirkan keterampilan yang dibutuhkan untuk bergerak pada perjalanan imajeri maka mereka juga berpikir bagaimana keterampilan tersebut dikaitkan ke tujuan akademik, personal, sosial dan karier


  1. Alasan memberikan intervensi
Konseling diberikan dengan tujuan agar dapat membantu anak untuk memahami gangguan dan bagaimana dampaknya pada prestasi sekolah.


  1. INTERVENSI
  1. Tata ruang
  • Sebuah ruangan dengan ventilasi udara dan cahaya yang cukup
  • Satu set kursi tamu
  • Klien dan terapis dalam posisi berhadapan
  1. Media
  • Meja, kursi
  1. Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan terapi musik :
Pelaksanaan terapi musik klasik pada anak autis perlu memperhatikan beberapa hal yaitu :
1). Kondisi anak
2).  Bahasa yang digunakan
3).  Tenaga terapis
4).  Tempat dan latihan
5).  Strategi pendekatan

  1. Materi Konseling
  • Konselor mulai dengan menyatakan bahwa mereka terpilih masuk kelompok karena mereka diketahui/diidentifikasi sebagai seorang pembelajar yang berbeda. Mereka adalah ADHD. Mereka ditanya : “apa yang kamu ketahui tentang ADHD”
  • Diskusi dan klarifikasi membantu siswa mengidentifikasi simptom ADHD dan bagaimana simptom dimanifestasikan di sekolah yang membuatnya belajar dengan cara yang berbeda dengan orang lain
  • Mereka/peserta diibaratkan sebagai traveler yang berbeda dalam dunia pendidikan. Selanjutnya dijelaskan bahwa kadang-kadang mereka mengambil jalan yang sama dengan yang lain ketika mempelajari sesuatu hal tetapi waktu yang lain mereka harus menggunakan jalan yang berbeda. Mungkin harus mengambil jalan memutar tetapi semua orang akan mencapai tempat yang sama
  • Konselor menggunakan structure learning activity. Usaha khusus dibuat untuk memfokuskan pada pengalaman siswa (perasaannya) dan bagaimana perasaan tersebut berhubungan dengan perilaku (tindakannya)
  • Siswa mendiskusikan apa yang mereka yakini benar tentang diri mereka dan orang lain dan bagaimana mereka mengelola pikiran, perasaan dan perilaku.

  1. Prosedur Konseling
Peserta diminta untuk membayangkan suatu kejadian dan memberikan tanggapan serta memberikan penyelesaian masalah yang dihadapi. Kejadian tersebut adalah:
Sesi 1 : our journey
  • Partisipan mulai perjalanannya sehingga mereka mengeksplorasi berbagai jalan untuk mencapai perjalanan di Map Quest.
  • Mereka membicarakan tujuan dan tempat yang akan dituju
  • Mereka menemukan hubungan antara suatu tujuan dan kesuksesan sekolah
  • Tidak semua orang mengambil jalan yang sama untuk sukses tetapi mereka dapat mencapai sukses dan mencapai tujuan yang sama
Sesi 2 : pack it up
  • Peserta mengalami “messy bag” (tas yang kacau/morat-marit)
  • Konselor mulai mengobrak-abrik tas. Hal ini untuk menunjukkan kekacauan atau tidak terorganisir
  • Siswa mengekplorasi tasnya dan perlu untuk menata menjadi teratur akan menjadi tugas yang sulit tetapi siswa mendapatkan insight mengapa orang lain secara kontinyu mencoba untuk mengorganisasinya
  • Keterampilan organisasi diperkenalkan, ditunjukkan dan dilatihkan

Sesi 3 : stop light and traffic cops
  • Siswa melakukan imajeri “car ride” untuk memperkuat kesadaran untuk menghadirkan dan memberikan perhatianke rambu/tanda sekelilingnya
  • Mereka pura-pura mengendarai mobil, tanda disorotkan ke mereka dan harus mengendarai rintangan dalam ruangan
  • Kemudian mereka bermain permainan “paying attention”
  • Peserta memainkan game dengan menjaga mata fokus pada objek, buku atau orang yang berjalan disekelilingnya
Sesi 4 : using road signs as a guide
  • Siswa sudah terbiasa mengidentifikasi tanda/rambu di jalan (kartu) yang memberikan isyarat/tanda perilaku di jalan sebelum mereka mengidentifikasi tanda/rambu di kelas yang bisa membantu mengaitkan/isyarat perilaku atau mengingat sesuatu
  • Masing-masing siswa mengembangkan isyarat mereka untuk mendukung meningkatkan keberhasilan di dalam kelas

Sesi 5 : road holes and detour
  • Siswa mengimajinasikan sesuatu yang dapat berkerja/berjalan secara salah di jalan perjalanannya, termasuk halangan/rintangan untuk mendapatkan tujuan
  • Siswa menciptakan/menghasilkan situasi sekolah (kadang-kadang diciptakan oleh perilakunya sendiri) yang menciptakan rintangan untuk sukses di sekolah
  • Konselor menunjukkan memilih strategi perilaku-kognitif sebelum memberikan siswa kesempatan untuk berlatih

Sesi 6 : roadside help and being your mechanice
  • Siswa mengeksplorasi ide untuk membongkar jalan dan mencocokkan mesinnya
  • Sebelum mempelajari keterampilan dan sikap yang direview/ditinjau ulang alat yang dibutuhkan untuk kembali ke jalan
  • Kadang-kadang siswa harus meminta bantuan orang lain ketika memerlukan alat yang tidak ada di kotak
  • Namun, kebanyakan waktu, siswa memiliki alat yang mereka butuhkan untuk tetap tinggal atau kembali pada jalur. Pengetahuan bahwa mereka dapat mengatur sesuatu dan mesinnya adalah suatu pengalaman yang memberdayakan
  • Mereka lebih bertanggungjawab untuk mengelola transportasinya
  • Topik pengobatan diperkenalkan. Dokter dan orang tua biasanya menetapkan pengobatan jika pengobatan adalah intervensi yang tepat. Jika obat harus dilakukan , siswa didorong membantu dirinya sendiri dengan minum obat

  1. Metode
  • Diskusi
  1. Waktu : ± 120 menit













DAFTAR PUSTAKA

Kerig, P.K., & Wenar, C. (2006). Developmental psychopatolgy : From infancy through adolescent. (5th ed.). new York: McGraw Hill

Mash, E. J., & Wolfe, D. A. (2010). Abnormal Child Psychology. Canada: Wadsworth.


Kamis, 11 Desember 2014

Feminim atau Maskulin

Hai semua... hari ini saya akan menjelaskan mengenai kecenderungan sifat jenis kelamin seseorang yaitu feminim dan maskulin. Pernahkan anda bertanya mengenai asal muasal anda menjadi seperti sekarang ini (pria sejati dan wanita asli). Apakah jenis kelamin anda bisa dimanipulasi karena keinginan kedua orangtua anda ? Ataukah anda tidak bisa memilih jenis seks anda ? Kemudian, apa yang sebenarnya membentuk anda menjadi seorang pria ? Unsur apakah itu ?
Jawabannya adalah hormon. Hormonlah yang membuat seseorang itu menjadi seorang pria atau wanita. Ketika unsur testosteron  mendominasi perkembangan anda selama dalam kandungan maka anda ditakdirkan menjadi seorang laki-laki. Sebaliknya jika hormon esterogen yang mendominasi proses pertumbuhan dalam janin ibu anda maka akan muncul sebagai seorang gadis kecil. 
Setelah "jelas" jenis hormon yang mendominasi janin, maka sel-sel dalam tubuh langsung memproses bentuk dan sifat dari janin itu. Jika perkembangan hormon dalam janin kita sempurna, maka kelak kita akan lahir ke dunia sebagai pria sejati dan wanita tulen. Sebaliknya, jika ada "sesuatu" yang kurang dalam proses tersebut, maka selamat....anda akan muncul sebagai pria feminim atau wanita maskulin.
Jadi....atas kesalahan siapakah kaum gay dan lesbian ini ? Kedua orangtua kita kah ? Atau kesalahan kita sendiri ? Atau kesalahan Tuhan pencipta semesta alam ? Saya tidak tahu pasti, tetapi lebih mudah menyalahkan orang lain dan Tuhan daripada menerima kebenaran, bahwa selalu ada penyimpangan akibat dari dosa asal manusia.
Berbahagialah anda yang memang sempurna sebagai seorang laki-laki dan wanita asli. Namun janganlah bersedih karena anda kurang beruntung sebagai manusia "normal".  Mengapa ? Karena anda memiliki kelebihan dari seorang pria sekaligus kelebihan kaum wanita. Hal ini akan saya tulis nanti...jadi sabar yaa...
Sekarang..coba kita cek apakah kita termasuk feminim atau maskulin dengan menjawab tes di bawah ini. Tes ini dibuat untuk menunjukkan sifat Maskulin atau Feminim yang dimiliki oleh otak Anda.

Tidak ada jawaban yang salah atau benar, hasil pengujian ini hanya akan berupa sebuah petunjuk yang mencerminkan perilaku, gaya, orientasi dan sifat anda. Jadi, jawablah dengan jujur sesuai perilaku Anda !!


Tandai dan catatlah jawaban anda !

1. Ketika membaca peta atau petunjuk jalan, anda akan :
a)                Mendapat kesulitan dan sering minta tolong
b)               Memutar peta itu untuk menghadap kea rah yang anda tuju
c) Tidak mendapat kesulitan membaca peta atau petunjuk jalan

2. Anda sedang memasak makanan yang rumit, sementara radio anda menyala dan seorang teman menelpon anda. Anda akan :
a)                Membiarkan radio menyala dan terus memasak sambil berbicara di telpon
b) Mematikan radio, berbicara sambil memasak
c) Mengatakan pada teman anda bahwa anda akan menelponnya lagi setelah anda selesai memasak

3. Teman anda akan berkunjung kerumah baru anda dan menanyakan arah menuju rumah anda. Anda akan :
a) Menggambar sebuah peta dengan arah yang jelas dan mengirimkannya ke mereka
b) Bertanya patokan apa yang mereka kenal, lalu mencoba menjelaskan jalan menuju rumah anda
c) Menjelaskan secara lisan “ambil jalan rawasakti kearah samping polda, lurus, kemudian belok kanan, lalu belok kiri dua kali, hingga jalan buntu”

4. Ketika menjelaskan sebuah gagasan atau konsep, apakah anda akan :
a) Menggunakan sebuah pensil, kertas dan isyarat bahasa tubuh
b) Menjelaskan secara lisan dengan menggunakan bahasa tubuh dan isyarat-isyarat
c) Menjelaskan secara lisan dengan jelas dan singkat

5. Ketika pulang dari menonton film hebat, anda lebih suka :
a) Membayangkan adegan2 di film tersebut dalam benak anda
b) Membicarakan adegan2 dan apa yang dibicarakan
c) Mengutip apa yang dikatakan dalam film itu

6. Dalam sebuah gedung bioskop, anda biasanya lebih suka duduk di:
a) Sebelah kanan
b) Dimana saja
c) Sebelah kiri

7. Seorang teman mempunyai peralatan elektronik yang rusak. Anda akan :
a) Bersimpati, lalu mendiskusikan bagaimana perasaan mereka tentang hal itu
b) Memberi tahu orang yang dapat dipercaya untuk memperbaikinya
c) Memikirkan bagaimana cara alat tersebut bekerja dan mencoba memperbaikinya untuk teman anda

8. Anda sedang berada ditempat asing lalu ada seseorang yang bertanya arah utara pada anda. Anda akan :
a) Anda mengaku bahwa anda tidak tahu
b) Menerka setelah berfikir sejenak
c) Menunjuk arah utara tanpa kesulitan

9. Anda telah menemukan ruang parkir, tetapi agak sempit dan anda harus parker mundur. Anda akan :
a) Lebih baik mencari tempat lain
b) Dengan hati-hati memarkir mundur mobil anda
c) Parkir mundur tanpa kesulitan

10. Anda sedang menonton TV lalu telpon bordering. Anda akan :
a) Menjawab telpon tanpa mematikan TV
b) Mengecilkan suara TV dan mengangkat telpon
c) Mematikan TV, menyuruh orang lain untuk diam lalu menjawab telpon

11. Anda baru saja mendengar sebuah lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi kesukaan anda. Biasanya anda :
a) Dapat menyanyikan setelah itu tanpa kesulitan
b) Dapat menyanyikan lagu itu, jika lagu itu benar2 mudah
c) Kesulitan mengingat lirik lagu itu, tapi hanya ingat beberapa kata2nya

12. Cara terbaik anda untuk memperkirakan hasil adalah : (misalnya hasil ujian/ulangan)
a) Menggunakan intuisi
b) Membuat keputusan berdasarkan informasi yang ada juga dari firasat
c) Menggunakan fakta, statistic dan data

13. Anda lupa dimana anda meletakkan kunci anda. Anda akan :
a) Mengerjakan hal lain hingga anda ingat
b) Mengerjakan hal lain sambil terus mengingat2 dimana anda meletakkannya
c) Didalam hati mencoba mengingat kemana saja anda melangkah hingga anda ingan diman meletakannya

14. Anda sedang berada di sebuah kamar hotel ketika anda mendengar suara sirene di kejauhan. Anda :
a) Tidak dapat memastikan darimana arahnya
b) Dapat memperkirakan darimana arahnya
c) Dapat menunjuk langsung arah asal suara tersebut

15. Anda pergi ke pertemuan social, lalu diperkenalkan dengan tujuh atau delapan orang baru. Keesokan harinya anda akan :
a) Dapat dengan mudah mengingat wajah mereka lagi
b) Akan ingat beberapa wajah mereka
c) Hanya ingat nama2 mereka

16. Anda ingin pergi ke pedesaan untuk berlibur, tetapi pasangan anda ingin pergi ke empat peristirahatan di pantai. Untuk meyakinkan bahwa gagasan anda lebih baik, anda akan :
a) Katakan padanya dengan lembut bagaimana perasaan anda : anda mencintai suasana pedesaan dan anak-anak juga keluarga selalu menyukai pedesaan
b) Katakana pada keluarga anda jika mereka pergi ke desa anda akan berterimakasih dan akan ke pantai lain kali
c) Gunakan fakta : peristirahan didesa lebih dekat, murah dan santai

17. Ketika merencanakan kegiatan harian anda, anda akan :
a) Menulis daftar sehingga anda dapat melihat apa yang harus dikerjakan
b) Memikirkan hal2 yang harus anda kerjakan
c) Bayangkan dalam benak anda orangorang yang akan anda temui, tempat-tempat yang akan anda kunjungi dan hal-hal yang akan anda lakukan

18. Seorang teman anda memiliki masalah dan datang untuk membicarakannya dengan anda. Anda :
a) Bersimpati dan memahaminya
b) Mengatakan bahwa hal itu tidak seberat yang terlihat kemudian menjelaskan alasan anda
c) Memberikan saran dan nasehat masuk akal cara mengatasi masalahnya

19. Dua orang teman anda masing sudah menikah, terlibat skandal perselingkungan. Kira2 bagaimana anda mengetahuinya:
a) Anda dapat mengetahuinya sejak awal
b) Anda mengetahuinya setelah berjalan lama
c) Anda mungkin tidak akan melihatnya

20. Apakah kehidupan itu menurut anda :
a) Mempunyai teman2 dan hidup secara selaras dengan orang2 disekitar anda
b) Bersikap ramah kepada orang lain sambil menjaga kemandirian anda
c) Mencapai tujuan yang bernilai, mendapat penghormatan dari orang lain dan mendapat keuntungan

21. Jika diberi pilihan, anda lebih suka bekerja :
a) Dalam sebuah grup dengan orang2 yang dapat diandalkan
b) Dikelilingi orang lain namun dapat menjaga kemandirian anda
c) Sendirian

22. Buku pilihan anda adalah :
a) Novel dan fiksi
b) majalah dan Koran
c) Non-fiksi dan otobiografi

23. Ketika pergi belanja anda mungkin cenderung untuk :
a) Sering membeli karena keinginan, terutama barang2 khusus
b) Mempunyai rencana tetapi mengambil barang2 diluar rencana juga
c) Membaca lebelnya dan membandingkan harganya

24. Anda lebih suka tidur, bangun dan makan :
a) Kapanpun anda ingin
b) Dalam jadwal tertentu namun anda cukup luwes
c) Pada waktu yang sama setiap hari

25. Anda telah bekerja ditempat baru dan bertemu bertemu banyak teman dan pegawai baru. Salah satunya menelpon anda ketika dirumah. Anda akan :
a) Dengan mudah dapat mengenali suara mereka
b) Mengenalinya setelah agak lama
c) Sulit bagi anda untuk mengenali suaranya

26. Apa yang membuat anda marah ketika berdebat dengan seseorang ?
a) Kebisuan mereka atau kurangnya tanggapan mereka
b) Ketika mereka tidak mengerti maksud anda
c) Pertanyaan dan komentar yang menyelidik

27. Disekolah atau kuliah, bagaimana pendapat anda tentang ujian choice dan menulis essay ?
a) Menurut anda keduanya mudah
b) Lebih mudah choice
c) Tidak handal dalam keduanya

28. Masalah berdansa dan menari dengan irama Jazz, anda :
a) Dapat mengikuti musik setelah mempelajarinya beberapa langkah
b) Hanya dapat melakukan beberapa gerakan
c) Sulit mengikuti tempo dan iramanya

29. Sebaik apa anda dapat mengenali dan menirukan suara hewan ?
a) Tidak terlalu baik
b) Biasa saja
c) Sangat baik

30. Pada akhir hari yang sangat sibuk, anda biasanya lebih senang untuk :
a) Mengobrol dengan teman atau keluarga anda tentang hari anda
b) Menyimak orang lain berbicara tentang harinya
c) Membaca koran, menonton TV dan tidak bicara

TATA CARA PENILAIAN
Untuk Pria :
Jawaban A bernilai 10 = ….
Jawaban B brnilai 5 = ….
Jawaban c bernilai -5 = ….
Total perolehan anda = ….
Untuk Wanita :
Jawaban A bernilai 15 = ….
Jawaban B brnilai 5 = ….
Jawaban c bernilai -5 = ….
Total perolehan anda = ….
( untuk pertanyaan yang tidak sesuai kehidupan anda, maka hadiahi diri Anda dengan nilai 5 )
Analisa Hasil Test

- Sifat Feminim tinggi = Skor 300-320
- Sifat Feminim = Skor 190-290
- Maskulin dan feminim = 150-180
- Maskulin = Skor 0- 140
- Sifat maskulin tinggi = -20 - 0


Kesimpulan :

       Pria yang memperoleh nilai mendekati 0 dan wanita yang mencapai 300 jelas memiliki otak yang sangat berlawanan. Nilai antara 150-180 memperlihatkan kesesuaian pikiran kedua jender tersebut atau memiliki kedua sifat jender

Minggu, 12 Oktober 2014

Kesalahan pekerja yang akan membuat bertanya-tanya

Hai semua.. apa kabar? Masih berinspirasi semuakan disana?.. saat ini saya mau berbagi sedikit kenyataan yang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Ternyata pabrik dengan segala macam kecanggihan atau seseorang yang punya keahlian dibidangnya pun bisa membuat kesalahan dan lewat dari kontrolnya. Saya tunjukin buktinya ya:
1. Tissu dengan dua lubang. Upss..
The guy who thought every toilet paper roll needed a spare roll2. Kloset khusus pria tapi didepan pintu gambarnya cewe. Nah lo..
The guy who installed these in the women's restroom
3. Rak dengan laci tak bisa di buka. Kesalahan fatal ni..
The guy who just made these drawers unusable
4. Gelas yang gagangnya di dalam. Wah..wah..wah..
the guy who doesn't know how coffee cups work
5. Keran air ini?...
The guy who installed this
6. Itu palangnya peendek amat yak?..
The guy who thought this would fix the parking lot problem
7. Jendela dan terasnya tidak tepat dengan seharusnya..
The guy who forgot you needed a way to get on the balcony
8. Ada tulisan braile buat penyandang tuna netra tapi kenapa malah dipasang di dalam kaca yang tidak bisa disentuh?
the guy who put braille behind glass

Nah itu tadi beberapa kesalahan pekerja yang akan membuat orang bertanya-tanya.. 

Senin, 11 Agustus 2014

Kesulitan Belajar

Hai semua... semakin berkembang jaman, semakin besar tuntutan kehidupan yang dialami setiap orang, hal ini juga berlaku pada anak-anak yang masih dudk di bangku sekolah untuk mendapatkan pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, anak dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya :
1.     Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.     Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.     Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.     Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.     Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

-        Cara Mengatasi Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Di masa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral, skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Masalah disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak sejak kecil sudah harus ditanamkan disiplin. Jika, tidak sangat menentukan perkembangan karakter anak tersebut. Dalam menghadapi perilaku anak seperti ini, dalalm artikel Ibu Anak disebutkan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Namun, sebelum memperhatikan hal tersebut, orangtua hendaknya tidak mudah jatuh iba sehingga mengambil alih tugas anak. Tentu dengan tujuan meringankan agar mereka bisa mengerjakan pekerjaan rumah misalnya.
Sekali lagi orangtua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi menyenangkan. Cara mengatasi kesulitan belajar diantaranya:
1.      Perhatikan Kondisi Anak dan Mood Anak
Perhatikan kondisi fisik dan psikis anak. Pastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan di bagian otaknya saat meproses informasi yang masuk. Untuk memastikan kondisi anak diperlukan pendapat dari Dokter atau Psikolog. Untuk mengenal mood anak, seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar anak. Apakah anak belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap. Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu penyebab munculnya rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang pecah. Nah di sini tugas orangtua untuk menyenangkan hati si anak.
2.      Siapkan Ruang Belajar
Kesulitan belajar anak bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu, coba sediakan tempat belajar untuk anak. Jika kesulitan itu muncul karena tidak tersedianya meja, maka ajaklah anak belajar di meja makan didampingi orangtuanya. Tentu sebelum belajar meja makan harus dibersihkan lebih dahulu.
Selain itu, saat mengajari anak ini Anda bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar yang baik. Misalnya bercerita kepada anak tentang bagaimana dahulu ibunya menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya anak cepat larut dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang dijalaninya sekarang.
3.       Komunikasi
Masa kecil
anak, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas. Sempatkan juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Selamat mencoba.

A.      Kesimpulan

Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui media klinik pembelajaran.
Klinik Pembelajaran merupakan wadah bagi guru untuk melakukan serangkaian upaya yaitu kegiatan refleksi, penemuan masalah, pemecahan masalah melalui beragam strategi untuk meningkatkan ketrampilan dalam mengelola pembelajaran. Strategi utama yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Karena Klinik Pembelajaran merupakan milik bersama para guru, maka tempat ini dapat digunakan dengan bebas untuk berdiskusi, melakukan refleksi atau merenung tentang proses pembelajaran yang telah dijalani, bersimulasi, misalnya bagaimana cara mengajarkan suatu konsep dengan menyenangkan, dan membuat catatan bersama-sama dengan teman sejawat. Di Klinik Pembelajaran, para supervisor akan membantu dalam melakukan berbagai kegiatan tersebut.
Dalam klinik pembelajaran analisis kesulitan pembelajaran dapat dilalui dengan identifikasi kesulitan belajar, mengadakan diagnosis kesulitan belajar, melakukan bimbingan dan konseling belajar, dan kemudian menetapkan model pembelajaran serta mengatasi kesulitan belajar.


Sabtu, 12 Juli 2014

Kecemasan



Hai semua... kali ini saya akan membahas tentang kecemasan. Kecemasan adalah keadaan yang beroeriantasi pada masa yang akan datang, yang ditandai dengan efak negatif, dimana seseorang memfokuskan diri pada kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan yang tidak dikontrol. Biasanya rasa cemas ini terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Bahkan kecemasan ini perlu dimiliki oleh manusia. Apabila kecemasan itu berlebihan akan berubah menjadi abnormal, ketika kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas umumnya. Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami gangguan kecemasan yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita anxiety disorder apabila kecemasan atau anxietas ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut. salah satunya terganggunya fungsi sosial dalam diriindividu. Misalnya, kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu maupun kelompoknya.

Gangguan kecemasan berdasarkan DSM IV TR terdapat 9 kategori(Mash & Wolfe, 2010)
1.      Separation Anxiety Disorder
2.      Generalized Anxiety Disorder
3.      Specific Phobia
4.      Social Phobia
5.      Obsessive-Compulsive Disorder
6.      Panic Disorder
7.      Panic Disorder with Agoraphobia
8.      Post-traumatic Stress Disorder
9.      Acute Stress Disorder

Generalized Anxiety Disorder (GAD)
Kekhawatiran akan sesuatu yang tidak jelas.Penyebabnya tersebar luas dan focus pada kejadian setiap harinya. Dengan demikian anak yang mengalami GAD dapat menjadikan semua hal penyebab kecemasan.
Ada perbedaan secara budaya dalam gejala yang dialami. Budaya barat akan menunjukkan gejala kognitif sedangkan budaya Asia kan menunjukkan  gejala fisik (somatic).
Intervensi yang dilakukan dengan pendekatan cognitive-behavioral treatments. Salah satu yang sering digunakan adalah Program Coping Cat(dalam budaya lain dikenal dengan istilah Coping Koala). Proses perlakuan mengacu pada perwakilan kognisi dari lingkungan terhadap respon yang diberikan oleh anak.Tugas terapis adalah mengubah ketidaksesuaian pikiran, serta merubah perilaku dan respon emosi yang muncul bersamaan, dengan membuat pengalaman belajar baru bagi anak.
Tahap pertama FEAR,Feeling Fightened berarti gokus membantu anak untuk menyadari ketika merngalami perasaan takut.Tahap kedua Expecting Bad Things to Happen, dalam hal ini anak dibantu untuk mengidentifikasikan hal buruk yang menyertai ketika muncul rasa takut. Tahap yang ketiga  Attitudes and Action That Can Help, ini adalah bagian terapis untuk membantu anak melihat dengan lebih realistikmengenai kejadian takut yang dialami, dan kemudian mengatasi rasa takut itu. Tahap terakhir adalah Result and rewards, pada tahap ini anak mengevaluasi keberhasilan dari penyelesaian yang dilakukannya dan mendorong untuk berpikir kemungkinan rewards dari penyelesaian atas situasi kecemeasan.(Kerig & Wenar, 2006)
Hasil penelitian menemukan bahwa penderita GAD memberikan keluhan somatic dari laporan orangtua pada anak usia 9-11 tahun dan laporan diri pada anak usia 11-13 tahun (oleh Pimentel&Kendall, 2003. Dalam WILMHURST, 2009). Keluhan somatic yang dimaksud adalah :
Ø  Kegelisahan (restlessness)
Ø  Mudah lelah (ease of fatigue)
Ø  Mudah marah (irritability)
Ø  Masalah konsentrasi (concentration problems)
Ø  Otot menegang (muscle tension)
Ø  Masalah tidur (sleep problems)

Penyebab GAD dapat dipengaruhi oleh 3 model, yaitu: Biologi, kognitif, dan pengasuhan.  Model Biologi dalam penelitian pada anak kembar ditemukan bahwa 30-40% ditemukan dari factor genetik (oleh Eley, 1999. Dalam WILMSHURST, 2009).  Selain itu, beberapa penelitian menyebutkan pula bahwa akan meningkat pada hubungan keturunan pertama dengan GAD.Model Kognitif, Anak yang cemas akan mengembangkan respon menolak berdasarkan interpretasi terhadap situasi yang ambigu dengan cara yang negative (oleh Barrett, Rapee, Dadds, & Ryan,1996; Muris, Luermans, Merckelbach, & Mayer, 2000. Dalam WILMSHURST, 2009). Dalam dituasi yang lain, orang dewasa menunjukkan perkiraan yang berlebihan terhadap ancaman, bahaya, dan ketakutan, serta ketidakyakinan akan kemampuan untuk menyelesaikannnya (oleh Beck, Emery, & Greenberg, 1996. Dalam WILMSHURST, 2009).Model Pengasuhan, Orangtua yang terlalu menjaga anaknya atau merasa cemas akan dirinya akan bersikap melindungi anaknya dari ancaman dan dengan demikian akan menurunkan kesempatan anak untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah serta mengembangkan kecenderungan sikap penolakan anak. Ada satu penelitian yang menunjukkan bahwa anak yang mengalami kecemasan kelekatan pada masa bayi memperlihatkan dua kali lipat kemungkinan untuk menderita gangguan kecemasan dalam masa dewasa dibandingkan dengan anak-anak yang mendapat cukup kelekatan (securely attached) (oleh Warren et al., 1997. Dalam WILMSHURST, 2009).
Tambahan penelitian. Dalam sebuah penelitian pada lebih dari 250 anak usia sekolah (7-12 tahun), peneliti menemukan bahwa tiga lingkup kecemasan terjadi di pada bidang sekolah, kesehatan, dan bahaya pribadi. Walaupun perbedaanusia tidak terlalu nampak, tetapi anak perempuan ditemukan lebih cemas daripada laki-laki (oleh BarrettRapee, Dadds, & Ryan, 1996. Dalam WILMSHURST, 2009).

Specificic Phobias
Definisi dan Karakteristik
Specific phobias adalah ketakutan berlebihan yang tidak beralasan yang terjadi karena kehadiran suatu objek spesifik atau saat berada dalam suatu situasi tertentu.
Prevalence
Cenderung lebih banyak terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki.
School phobia
School phobia merupakan salah satu contoh specific phobia yang sering ditemukan.
Pada school phobia, seorang anak mengalami ketakutan yang berlebihan terhadap beberapa hal di sekolah yang diikuti oleh simptom simptom kecemasan dan kepanikan, yang mengakibatkan anak tidak sanggup untuk pergi ke sekolah, baik parsial maupun total.
Umumnya, school phobia lebih cenderung dialami oleh anak laki-laki, berusia lebih dari 10 tahun, dan berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi yang baik (Blagg & Yule, dalam Kerig &Wenar).
Perbedaannya dengan SAD adalah anak-anak dengan school phobia dapat merasa nyaman dalam beberapa situasi selain di sekolah, sedangkan anak dengan SAD jika berada di rumah tetap harus ditemani oleh figur lekatnya agar merasa nyaman.
Developmental Course
Specific phobia memiliki age of onset yang berbeda-beda.
Animal phobia (takut terhadap hewan) dimulai pada usia 7 tahun, blood phobia (takut terhadap darah) muncul sekitar usia 9 tahun, dan dental phobia (takut terhadap dokter gigi) muncul pada usia 12 tahun. Sedangkan fear of enclosures dan social phobias dimulai pasa masa remaja atau dewasa awal (Silverman&Rabian, dalam Kerig&Wenar.
Intervention
Systematic Desensitization, yaitu mencoba mengurangi respon ketidaknyamanan terhadap objek yang ditakuti dengan cara riileksasi. 
Misalnya pada anak yang mengalami kecemasan saat berada di jalan raya.
Setelah anak melakukan tahap awal, anak tersebut diminta untuk rileks dulu sebelum memulai membayangkan situasi lain yang lebih membuat dia cemas (yang berhubungan dengan phobia yang dialaminya). 
Jika tahap rileksasi ini dapat dilewati dengan baik, maka prosedur berikutnya adalah dengan masuk ke situasi nyata yang ditakuti.Prosedur ini disebut in vivo "(real life") desensitization.
Prolonged Exposure
Prolonged Exposure merupakan kebalikan dari Systematic Desensitization, dimana pada metode ini anak dihadapkan pada stimulus yang menimbulkan ketakutan yang sepenuhnya, kemudian anak tersebut diberikan reinforcement jika mampu menghadapinya dalam periode waktu yang panjang.Reinforcement saat reaksi-reaksi fisiologis dari kecemasan tersebut mulai hilang ataupun berkurang mendekati normal.Metode ini bisa dilakukan dengan imajinasi maupun in vivo.
Modeling
Dalam modeling, anak-anak mengobservasi individu yang mampu beradaptasi dengan objek yang menimbulkan phobia.Metode ini lebih efektif jika partisipan yang dilibatkan juga anak-anak, setelah observasi, partisipan tersebut dapat menemani anak untuk menghadapi objek yang ditakuti.
Cognitive self-Management
Metode ini menekankan “self talk” untuk menghadapi efek-efek dari phobia, seperti mengatakan pernyataan “ aku berani dan bisa menjaga diriku sendiri”, “naik bis adalah sesuatu yang menyenangkan”, dan lain-lain.
Effectiveness
Ollendick dan King (dalam Kerig dan Wenar, 2006) melakukan studi tentang keefektifan metode-metode di atas menemukan bahwa metode-metode ini mungkin berkhasiat.

Social Phobias (Social Anxiety Disorder)
Definition and Characteristics
Anak-anak dengan Social Phobiaadalah  anak-anak yang mengalami masalah dalam self concept dan melakukan penolakan terhadap situasi-situasi social, mereka takut jika mereka akan melakukan hal-hal yang  memalukan atau
Anak-anak dengan social phobia mengalami symptom-simptom fisik yang menimbulkan ketidaknyamanan jika berada dalam situasi-situasi social (peningkatan denyut jantung, gemetar, keringat berlebihan, pikiran menjadi “blank”/ bingung, dan lain-lain) yang memberikan pengaruh kepada ketakutan-ketakutannya tersebut (seperti merasa bahwa ia ingin pergi dari tempat itu secepat mungkin). Hal ini dapat meningkat menjadi rasa panic, kehilangan control, dan merasa bahwa dia akan mati.
Anak-anak ini juga cenderung menjadi tidak asertif dan terlalu sensitive terhadap kritikan.
Pada masa kanak-kanak awal, social anxiety muncul dalam bentuk excessive shyness (rasa malu yang berlebihan). Anak-anak mungkin menunjukkan reaksi distress terhadap kehadiran orang dewasa atau anak sebaya yang belum dikenalnya, menangis, tidak mau berpisah (clinging), menjadi tantrum, serta mengarah kepada ketidakmampuan bicara. Mereka terkadang menolak untuk bermain dalam kelompok , tidak mau terlibat ke dalam kegiatan social, dan lebih memilih untuk menemaniorang dewasa dibandingkan bergaul dengan teman sebaya (Rapee & Sweeney, dalam Kerig & Wenar). Kelompok teman sebaya menjadi kurang tertarik pada anak-anak yang angkuh dan  kaku., dan anak-anak dengan kecemasan social mungkin akan ditolak dan tidak memiliki teman, sehingga self esteem mereka menjadi rendah dan merasakan suatu ketidakmampuan (inferiority).
Jarang ditemukan anak-anak dengan social phobia yang tidak diikuti oleh disorder yang lain, seperti yang diungkapkan oleh last dan koleganya (1992) bahwa 87 persen anak-anak dengan social phobia juga mengalami anxiety disorder yang lain.
Intervention
Treatment yang efektif untuk mengatasi social anxiety adalah Cognitive Behavioral  (Kendall, dkk, 2003). Beidel dan koleganya (2000) merancang sebuah program yang dinamakan Social Effectiveness Treatment for Children. Pada program ini, anak-anak akan mendapatkan 2 sesi treatment, yang pertama berfokus pada bagaimana menghadapi situasi yang menakutkan dan sesi kedua berfokus pada pelatihan keterampilan social.
Dalam studi yang lain, Spence dan koleganya (2000) menyelidiki tentang keefektifan suatu group treatment for children yang dikombinasikan dengan exposured therapy dan social skill training dengan relaksasi, problem solving, dan cognitive restructuring. Treatment juga lebih efektif jika melibatkan orangtua.

SEPARATION ANXIETY DISORDER (SAD)
SAD adalah ketakutan berlebihan yang dialami anak jika berpisah dengan subjek lekatnya, terutama orangtua.
SAD ditemukan sebanyak2-12 persen pada populasi umum, dan sekitar 29-45 persen pada populasi klinis.
Age of onset dimulai dari 7.5 sampai 8.7tahun.
SAD meningkatkan resiko mengalami anxiety atau depressive disorder pada masa dewasa.Pada wanita dewasa bisa meningkatkan resiko panic disorder dan agoraphobia.
Intervention
Terapi untuk Generalized Anxiety yang juga digunakan untuk SAD salah satunya adalah Kendall’s Cognitive-Behavioral  Coping Cat Program.


OBSESSIVE-COMPULSIVE DISORDER (OCD)
Gangguan kecemasan  lain yang dapat muncul pada anak-anak adalah obsessive-compulsive disorder  atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD), yaitu merupakan gangguan kecemasan yang ditandai oleh ide-ide atau pikiran-pikiran (obsesi) dan perilaku (kompulsi) yang mengacau.  Mash & Wolfe (2010) mengemukakan bahwa pikiran-pikiran atau obsesi meliputi ide-ide, impuls, imej-imej yang terus muncul secara berulang, tak masuk akal, tidak dapat ditolak oleh anak dan menimbulkan kecemasan.Kecemasannya tidak beralasan dan untuk meredakan kecemasannya, anak melakukan perilaku kompulsi.Kompulsi adalah perilaku atau mental act berulang, disengaja, dan bertujuan sebagai respon terhadap obsesi.Obsesi dan kompulsi ini tidak dapat dikontrol oleh individu sehingga dapat berlangsung dengan durasi yang relatif lama dalam sehari dan mengganggu fungsi sehari-hari dari anak.Selain itu, karena ingin menyembunyikan ‘keanehan’-nya, anak cenderung menarik diri dari lingkungannya.
Obsesi yang paling sering muncul adalah terkontaminasi kuman, rasa takut akan bahaya yang menimpa diri sendiri ataupun orang lain, dan religiusitas yang berlebihan (Chang & Piacentini, 2002). Sesuai dengan tema obsesi yang sering muncul pada anak, kompulsi yang sering ditampilkan oleh mereka adalah mencuci tangan, pemeriksaan berulang-ulang (berkali-kali memeriksa pintu apakah sudah dikunci), preokupasi dengan keteraturan, dan berulangkali berhitung sampai angka tertentu dan menyentuh objek berkali-kali dalam jumlah tertentu.Kompulsi harus dilakukan secara tepat karena apabila tidak sesuai dengan ‘seharusnya’, dapat menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dan menakutkan.
Contoh Obsesi dan Kompulsi  yang sering muncul pada anak yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif (March dan Mulle, 1998)
Table 3 Contoh Perilaku Obesesi-Kompulsi
Obsesi
Kompulsi
Kontaminasi
Bahaya pada diri atau orang lain
Agresi
Seks
Agama, moralitas
Pikiran-pikiran terlarang
Simetri
Kebutuhan untuk memberitahu, bertanya, mengakui
Mencuci
Mengulang-ulang
Memeriksa
Menyentuh
Berhitung
Menyusun
Menimbun
Berdoa

Gejala-gejala OCD cenderung meningkat pada masa-masa di mana anak mengalami stress, seperti pada awal masuk sekolah, pindah rumah, perpisahan dengan anggota keluarga. Terdapat perbedaan gender pada masa kanak-kanak di mana anak laki-laki lebih awal dan juga lebih banyak dibandingkan perempuan (Rapoport dkk, 2000).
Gangguan obsesif-kompulsif biasanya komorbid dengan gangguan depresi dan gangguan kecemasan lainnya, khususnya social phobia, tic, dan gangguan kebiasaan (contoh : menggigiti kuku dan menarik rambut), juga penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Sedangkan pada anak, OCD umumnya komorbid dengan gangguan-gangguan disruptif seperti ADHD.Gangguan belajar juga biasanya terdapat pada anak penderita OCD, terutama yang bermasalah pada nonverbal reasoning
Pada masa perkembangan awal, beberapa pikiran semacam obsesi atau perilaku yang mirip dengan kompulsi umum ditampilkan oleh anak-anak karena mereka sedang berusaha menguasai tugas tahapan “mastery”. Gangguan obsesif-kompulsif dapat muncul pada usia 7 tahun meskipun rata-rata usia permulaan adalah 10-14 tahun (Weiss & Last, 2001).
Terdapat berbagai intervensi yang dapat diberikan kepada penderita gangguan obsesif-kompulsif :
1.      Farmakoterapi, dengan memberikan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors. Namun, bagi penderita OCD, terapi medis ini lebih merupakan pelengkap dari treatment lainnya.
2.      Cognitive-behavioral Treatment (CBT), terbukti sangat efektif bagi anak-anak penderita OCD (March & Mulle, 1998). CBT ini terdiri dari lima langkah :
a.      Psychoeducation, di sini anak diajak membuat perumpamaan-perumpamaan yang dekat dengan dunia mereka seperti mengganti  istilah ‘obsesi’ dengan ‘cegukan otak’  dan mengeksternalisasi gejala-gejala mereka dengan memberi nama
b.      Memperkenalkan strategi kognitif untuk ‘memerintah balik’ OCD, seperti self-talk yang konstruktif
c.      Pemetaan gejala-gejala dengan mengidentifikasi situasi-situasi di mana anak merasa dapat ‘menang’ melawan OCD dan juga situasi-situasi di mana anak merasa tak berdaya. Area tengah, di mana anak memperoleh sukses sebagian dalam melawan gejala-gejala, merupakan saat di mana terapis hadir bersama anak untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk menolak obsesi dan kompulsi
d.      Inti dari intervensi CBT yaitu pemaparan dengan pencegahan respon atau Exposure with Response Prevention (ERP). Exposure, sesuai dengan namanya, memaparkan anak dengan stimulus yang ditakutinya. Biasanya dilakukan bertahap meski terkadang dilakukan dengan secara tiba-tiba (Implosion therapy). Selanjutnya, di dalam response prevention, ritual kompulsif dihadang sehingga anak tidak dapat melakukan perilaku kompulsinya pada saat obsesi muncul.

POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER
Seorang anak dikatakan mengalami gangguan stress pascatrauma  (PTSD) apabila ia menunjukkan kecemasan terus menerus menyusul peristiwa traumatis yang  berada di luar jangkauan pengalaman manusia sehari-hari (Fletcher,2007) dalam Mash & Wolfe (2010). Menurut DSM-IV-TR, pengalaman traumatis didefinisikan sebagai sebuah peristiwa yang meliputi ancaman kematian atau kematian yang nyata, luka berat, atau ancaman kepada diri sendiri atau orang lain.
Pengalaman-pengalaman yang biasanya masuk ke dalam kategori traumatis diantaranya adalah peristiwa-peristiwa malapetaka, seperti perang, penyiksaan, perkosaan, bencana alam (gempa bumi, tsunami, banjir, badai), juga bencana akibat kelalaian manusia (kebakaran dan kecelakaan kendaraan bermotor). Namun, pengalaman baru dapat dikatakan traumatis apabila memang dipersepsikan seperti itu (Pynoos, Steinberg, & Wraith, 1995). Dengan kata lain, penilaian anak pada peristiwa memegang peranan besar dalam menentukan muncul atau tidaknya PTSD. Seorang anak yang kognisinya mengenai peristiwa tersebut meliputi penilaian negatif seperti rasa malu, ketidakberdayaan, penyalahan diri sendiri, lebih cenderung untuk mengalami reaksi pascatrauma yang parah. Reaksi yang muncul biasanya adalah rasa takut yang intens, tidak berdaya, horror, dan pada anak-anak, perilaku disorganized dan agitated.
Yang membedakan PTSD dengan gangguan-gangguan kecemasan lainnya adalah sedikitnya aspek ‘irasionalitas’ atau ketidakmasukakalan.
Terdapat tiga kelompok gejala yang membentuk PTSD : mengalami kembali, menghindar, dan mati rasa (APA,2000) . Namun, dalam Kerig dan Wenar (2006), ditambahkan satu aspek lagi yaitu increased arousal.
1.      Mengalami kembali (reexperiencing), anak-anak yang mengalami PTSD menampilkan ‘mengalami kembali’ dari peristiwa traumatis, ditandai oleh ingatan-ingatan yang mengganggu dan menimbulkan kesulitan (distress) mengenai kejadian tersebut. Reexperiencing ini dapat muncul di saat-saat tak terduga, namun seringkali muncul ketika anak terpapar dengan hal-hal yang mengingatkan pada kejadian traumatis.  Pada anak, bentuk mengalami kembali dapat berupa mimpi buruk dan ‘memainkan’ kejadian traumatis tersebut.
2.      Penghindaran (avoidance) yang terus menerus dari stimulus-stimulus yang diasosiasikan dengan trauma atau justru meresponnya dengan mati rasa. Anak-anak dengan PTSD secara aktif menghindari pikiran-pikiran, kegiatan, ataupun orang-orang yang dapat memancing ingatan kembali mengenai trauma. Mati rasa ditandai dengan berkurangnya minat secara drastis yang sebelumnya dianggap menyenangkan.
3.      Meningkatnya arousal (arousal), contohnya gangguan tidur, kerentanan emosional sehingga menjadi mudah marah, kesulitan berkonsentrasi, reaktivitas fisiologis yang tinggi, dan hypervigilance (waspada berlebihan). Seorang anak yang hypervigilant menjadi sangat peka terhadap lingkungannya, memindai secara konstan tanda-tanda bahaya dan bereaksi secara intens kepada stimulus-stimulus yang tak diduga, seperti respon kejut yang dilebih-lebihkan.
Kondisi komorbid (penyerta) yang umumnya muncul pada penderita PTSD  adalah depresi, kecemasan, gangguan perilaku disruptif (Amaya-Jackson & March, 1995).
Ragam gejala yang muncul pada anak setelah mengalami peristiwa traumatis bervariasi sesuai dengan usianya (Kerig et al, 2000). Anak-anak yang berusia lebih kecil dapat mengalami regresi ke tingkat perkembangan sebelumnya, seperti kehilangan kontrol fisiologis seperti tidak bisa menahan pipis dan buang air besar, menangis hanya karena frustrasi sepele, menghisap jempol, dan menampilkan gangguan makan dan ketakutan, termasuk separation anxiety.
Pada usia prasekolah rentan terhadap distorsi kognitif yang akhirnya meningkatkan distress mereka. Selain itu, mereka juga bisa keliru tentang urutan kejadian traumatis yang dialami. Anak-anak usia sekolah lebih sering menampilkan ketakutan dan kecemasan, yang dapat disertai dengan sakit kepala, gangguan pendengaran dan penglihatan, berkelahi dengan peer group atau justru menarik diri. Mereka juga bisa mengalami gangguan tidur, seperti mimpi buruk dan mengompol. Anak-anak yang lebih muda mengalami kembali melalui perilaku, memainkan kembali peristiwa traumatis, sedangkan anak-anak yang lebih besar, mengalaminya melalui pikiran. Selanjutnya, pada anak-anak yang lebih besar dan remaja menampilkan perasaan futurelessness atau merasa bahwa mereka tidak berharap untuk bertumbuh, menikah, atau mencapai kebahagiaan di masa dewasa (Saigh, 1992).
Karakteristik dari anak serta sifat dari peristiwa traumatis menentukan apakah PTSD akan muncul atau apakah akan berlangsung lama (Kerig et al, 2000). Risiko meningkat ketika trauma yang dialami bersifat intens dan berulang serta meliputi agresi manusia, khususnya ketika kekerasan ditujukan kepada si anak atau seseorang yang dapat memberikan rasa aman kepada anak, seperti orangtua. Risiko dapat berkurang apabila peristiwa traumatis bersifat akut dengan akhir yang spesifik sehingga ketika kondisi kembali normal, anak dapat memiliki kesempatan untuk melampaui dampaknya.
Kerentanan (vulnerability) anak terhadap trauma mencakup traumatisasi yang pernah terjadi sebelumnya, temperamen yang sulit, serta penyesuaian emosional yang buruk. Sedangkan faktor-faktor protektif, yaitu faktor-faktor yang bersifat melindungi, termasuk di dalamnya temperamen yang resilien, kemampuan pengaturan afek, locus of control internal, sejarah pembelajaran bagaimana menghadapi peristiwa yang penuh stress, juga lingkungan keluarga yang suportif (Pynoos et al, 1995).
Dalam memulihkan PTSD, terdapat berbagai strategi yang dapat dilakukan.Strategi intervensi krisis (Nader and Pynoos, 1991) berupa “pertolongan psikologis pertama”.Pemulihan didatangkan langsung ke tempat terjadinya peristiwa traumatis sehingga dapat merangkul anak-anak dengan segera untuk mencegah terbentuknya reaksi-reaksi psikopatologis.Tujuan utama dari program ini adalah untuk menormalisasi reaksi PTSD, meminimalisir kekeliruan dan ketakutan, dan mengikutsertakan anak dalam reexposure (pemaparan kembali) yang bersifat terapeutik.
Selain itu, Amaya-Jackson dkk (2002) menggunakan cognitive behavioral therapy (CBT) yang dilakukan dalam kelompok.Sesi dimulai dengan psikoedukasi mengenai PTSD untuk menormalisasi gejala-gejala yang terkadang membuat anak merasa ‘menjadi gila’. Kemudian anak diminta menceritakan traumanya kepada anggota kelompok lain lalu menulis narasi penyembuhan mereka dalam bentuk buku cerita dengan akhir yang bahagia. Di sesi-sesi berikutnya, anak diajari mengenai strategi manajemen kecemasan serta kemampuan kognitif untuk menghadapi PTSD.

Jalur Perkembangan Gangguan Kecemasan
Memiliki gangguan kecemasan pada masa kecil meningkatkan risiko gangguan kecemasan di masa depan serta gangguan-gangguan sejenis (Kovacs & Devlin, 1998). Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana proses berkembangnya gangguan kecemasan pada anak sebagai berikut :
Model Psikopatologi Perkembangan Terintegrasi dikembangkan oleh Vasey dan rekan-rekannya (Vasey & Dadds, 2001; Vasey & Ollendick, 2001). Terdiri dari empat elemen, yaitu :
1.      Faktor-faktor Predisposisi
a.      Konteks Biologis, ditemukan adanya pengaruh genetik dalam proses terbentuknya gangguan kecemasan, khususnya pada kasus OCD (Chang & Piacentini, 2002). Namun, lingkungan tetap memiliki andil besar di dalamnya. Selain itu, apa yang diturunkan dari generasi sebelumnya bukanlah gangguan kecemasan secara spesifik, tetapi lebih kepada predisposisi untuk mengembangkan gangguan dalam spektrum kecemasan.
Temperamen yang bersifat inhibited (terhambat) juga diasumsikan memainkan peran yang besar dalam timbulnya gangguan kecemasan. Bayi yang bertemperamen inhibited memiliki karakteristik aktivitas motor yang tinggi dan iritabilitas (lekas terganggu dan marah), bereaksi terhadap hal baru dengan membatasi dan menarik diri dan munculnya distres. Mereka juga umumnya pemalu, penuh ketakutan, serta menghindar dari tantangan.
Faktor neurobiologi, menunjukkan adanya peran sirkuit HPA (Hypothalamic-pituitary-adrenocortical) di otak yang diasosiasikan dengan ketakutan. Anak-anak inhibited memiliki ambang batas arousal yang rendah di dalam sirkuit HPA (Oosterlaan, 2001). Sedangkan dari segi biologis, orangtua anak-anak inhibited cenderung menampilkan social phobia dan memiliki sejarah gangguan kecemasan di masa kecilnya
b.      Konteks Keluarga, insecure attachment dikatakan meningkatkan kemungkinan berkembangnya gangguan kecemasan (Thompson, 2001). Pada attachment yang insecure, biasanya para pengasuh bersifat tidak peka dan tidak responsif sehingga anak memandang dunia sebagai tidak dipercaya (unreliable) dan tidak dapat ditebak (unpredictable) serta melihat dirinya tidak berdaya. Khususnya pada attachment yang bersifat resistant karena pengasuhan yang tidak konsisten dapat menimbulkan kekhawatiran yang kronis mengenai apakah kebutuhan sang anak akan dipenuhi.
c.      Konteks Individual, bias kognitif seperti bias pemrosesan informasi biasanya ditampilkan oleh anak-anak dengan gangguan kecemasan (Vasey dan Dadds, 2001). Pertama, attentional bias (bias perhatian) di mana anak-anak secara selektif peka terhadap peristiwa yang berpotensi menimbulkan bahaya. Mereka cenderung menginterpretasi situasi ambigu sebagai situasi yang bersifat mengancam. Kemudian, mereka memiliki keyakinan kognisi yang tidak realistis seperti persepsi bahwa dunia adalah tempat yang berbahaya dan memandang diri mereka tidak kompeten untuk mengatasi ancaman tersebut. Oleh karena itulah pada akhirnya mereka memiliki self-efficacy yang rendah. Kekurangan pada pengaturan emosi (emotion regulation), yakin mereka tidak dapat mengontrol respon cemas mereka.
2.      Dua Jalur Menuju Permulaan Gangguan Kecemasan
a.      Jalur Risiko Kumulatif, mencakup dampak-dampak yang berbahaya dari berbagai faktor-faktor predisposisi yang menumpuk dari waktu ke waktu menghasilkan tingkat kecemasan yang signifikan secara klinis.
b.      Jalur Peristiwa Pemicu, pengaruh dari peristiwa spesifik yang memicu timbulnya gangguan. Respondent conditioning, pada peristiwa traumatis, stimulus yang netral dapat diasosiasikan dengan stimulus menakutkan yang menimbulkan respon cemas dan takut. Operant conditioning, ketika anak belajar bahwa perilaku (misalnya, mendekati stimulus yang ditakuti) diikuti dengan konsekuensi aversif. Hukuman ini dapat menambah intensitas kecemasan anak dan meningkatkan upaya menghindari stimulus tersebut di masa mendatang. Noncontingent exposure, beberapa gangguan kecemasan dapat muncul sebagai reaksi dari peristiwa stressful yang tidak terkait (contoh :separation anxiety muncul karena pindah sekolah atau mengalami sakit dalam kurun waktu lama). Salah satu kemungkinannya adalah stressor-stressor yang tidak terkait tersebut ‘menghilangkan’ penguasaan terhadap ketakutan yang sebelumnya sudah dimiliki anak sehingga menimbulkan regresi atau mengganggu faktor protektif yang dimiliki anak.
3.      Faktor-faktor yang Mempertahankan atau Meningkatkan Kecemasan
a.      Konsekuensi dari menghindar: ketika anak menghindari situasi yang menakutkan, ia tidak belajar untuk mengatasinya secara konstruktif. Dengan menghindari, anak juga akan membatasi kesempatannya dalam membiasakan diri dengan situasi yang dianggap mengancam.
b.      Kompetensi sosial, akademi, dan pengaturan emosi yang buruk: kurangnya pembiasaan diri dan latihan menghadapi situasi sosial yang menakutkan dapat berakibat tidak berkembangnya kemampuan bersosialisasi, kemampuan mengatur emosi yang dapat mentoleransi dan menguasai rasa takut mereka.
c.      Bias kognitif: Clark (2001) menjabarkan proses bagaimana kognisi berperan dalam perkembangan kecemasan sosial à pikiran-pikiran negatif anak mengenai hasil yang ditakuti dalam situasi meningkat dikarenakan asumsi-asumsi yang mereka buat tentang diri mereka dan orang lain. Asumsi-asumsi tersebut adalah pengharapan yang terlalu tinggi pada diri sendiri; keyakinan terkondisikan (conditional beliefs) mengenai konsekuensi yang ditakuti; keyakinan negatif tentang diri. Ketiga asumsi ini dapat membuat anak berpikir situasi-situasi sosial bersifat mengancam dan memfokuskan perhatian pada diri mereka secara berlebihan.
d.      Pengalaman-pengalaman negatif: upaya menghindar berakibat pada kurangnya kompetensi sosial yang pada akhirnya membawa anak kepada pengalaman negatif yang nyata dan kegagalan di dalam lingkungan sosialnya.
e.      Respon orangtua: orangtua yang bersifat overprotective dan mengontrol dalam menjauhkan anak dari situasi-situasi yang menimbulkan kecemasan justru akan menghambat anak dalam melatih kompetensinya mengatasi situasi-situasi yang mengancam. Selain itu, orangtua yang tidak peka terhadap kecemasan anak dengan memaksa mereka menghadapi situasi sosial yang mengancam juga dapat semakin meningkatkan kecemasan dalam diri anak.
f.       Proses transaksional: anak-anak dapat belajar dengan mengimitasi kecemasan dari orangtua mereka yang juga mengalami kecemasan. Orangtua yang cemas mengatasi kecemasan anaknya dengan menghindar karena mereka sendiri tidak dapat menguasai kecemasan yang mereka alami. Asumsi bahwa orangtua yang cemas akan lebih empatik dan suportif pada anak mereka yang mengalami kecemasan ternyata tidak sepenuhnya benar. Justru pemasangan ini dapat meningkatkan kemungkinan munculnya afek negatif dalam hubungan orangtua-anak.
4.      Faktor-faktor yang Berperan dalam Desistance
Vasey & Dadds (2001) menciptakan model faktor-faktor amelioratif yang dapat membawa pada desistensi, di mana kelima faktor yang disebutkan sebelumnya digantikan dengan lawannya. Avoidance digantikan dengan approach, inkompetensi digantikan oleh self-efficacy, pengalaman kegagalan ditransformasi menjadi kisah sukses, dan penjagaan berlebihan dari orangtua dapat digantikan dengan dorongan untuk menguasai kecemasan.

Konteks budaya, perbedaan budaya dalam pengasuhan dan membesarkan anak dapat memberikan dampak dalam pemunculan gangguan kecemasan pada anak. Contohnya budaya Asia menekankan inhibition, kepatuhan, penilaian sosial yang dapat menimbulkan rasa malu, inhibition, dan gangguan somatis pada anak. Namun, apakah perilaku cemas tersebut dianggap bermasalah  dan bagaimana dapat berkembang ke arah yang patologis, tergantung pada interpretasi budaya terhadap perilaku tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Kerig, P. K., & Wenar, C. (2006). DEVELOPMENTAL PSYCHOPATHOLOGY. From Infancy through Adolescence. New York: McGraw-Hill.
Mash, E. J., & Wolfe, D. A. (2010). Abnormal Child Psychology. Canada: Wadsworth.
WILMSHURST, L. (2009). ABNORMALCHILD PSYCHOLOGY. A Developmental Perspective. New York: Taylor & Francis Group, LLC.