Jumat, 08 Juli 2016

BERSAHABAT DENGAN REMAJA



      Halo para pembaca... pembahasan mengenai remaja memang tidak ada habisnya. Banyak hal yang bisa menjadi sebuah cerita tentang remaja. Saya pernah berbagi cerita dengan seorang ibu yang membahas tentang anaknya. Dulu waktu anaknya duduk di bangku taman kanak-kanak, anaknya selalu memintanya untuk menemaninya duduk di dalam kelas karena anaknya merasa takut. Lalu kemudian waktu berganti dan ibu itu mengatakan bahwa anaknya sekarang melarangnya untuk mengantar dan menemaninya di sekolah. Ibu itu bertanya, apa yang salah dari anaknya dan ia pun menyadari bahwa penolakan itu lebih pada keinginan diakuinya perubahan yg  terjadi pada diri remaja.
       Mendidik seorang remaja tidak sama dengan mendidik seorang anak balita. Pada anak kecil, kita mengasuh mereka dapat bersikap otoriter dan sepenuhnya mengatur kegiatan mereka.   Pada saat usia dibawah 7 tahun orang tua berfungsi sebagai MANAJER bagi anak, namun hal ini tidak dapat orangtua lakukan lagi pada saat anak memasuki usia remaja.
       Di usia remaja, anak mulai belajar hidup mandiri, dan mencoba bagaimana caranya untuk hidup tidak tergantung pada orangtua.  Pada saat ini peran orangtua harus berubah sikap. Orangtua yang dulunya adalah manajer bagi si anak, sekarang pada saat anak menginjak usia remaja maka orangtua dipecat dari jabatan manajer menjadi seorang konsultan,  karena anak tidak lagi mau diperintah begitu saja.
       Hal yang paling sulit dilakukan oleh orangtua dalam membesarkan anak remaja adalah menentukan apa saja yang ada di rumah dimana disukai orangtua dan juga disukai anak.  Karena sering kita sebagai orangtua hanya memikirkan apa yang disukai oleh kita itulah yang terbaik.  Akibatnya kita sering mengeluhkan mengenai perilaku anak. Keluhan yang sering ditemui adalah dimana anak sulit untuk mendengarkan atau menerima saran dari orangtua, senang membantah, lebih mendengarkan saran atau keinginan kelompok sebaya daripada orangtua, lebih senang menyendiri di dalam kamar dan tidak mau lagi diajak jalan bersama dengan orangtua.
       Dari sejumlah keluhan ini, dapatlah kita lihat bahwa ada perbedaan antara keinginan orangtua dan keinginan anak.  Lalu apa yang mesti kita lakukan?. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa tugas orangtua adalah MENDIDIK DAN MEMBENTUK ANAK MEREKA MENJADI ORANG DEWASA DENGAN MODEL TERTENTU. Hal ini sebenarnya tidak dapat dibenarkan karena pada dasarnya tugas orangtua adalah  memberikan teladan dan menciptakan lingkungan dimana remaja  dapat mengembangkan pribadi dan potensi yg dimiliki.

       Dalam hal ini orangtua tidak dapat secara kaku memaksakan keinginannya agar anak tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dan melakukan kesalahan. Mungkin sebaiknya kita sebagai orang tua dapat merenung sejenak dan berpikir mengenai masa lalu kita dan mengingat apa yg terjadi pada diri kita saat kita berusia remaja.  Bukankah kita juga pernah berbuat salah? Bagaimana impian-impian kita yg tidak masuk akal, kenakalan kita di dalam kelas, dan dengan lingkungan kita dulu.  Bagaimana cara kita belajar?. Apakah kita selalu menceritakan masalah kita pada orangtua? Apakah kita juga selalu mendengarkan perkataan mereka dan kemudian melaksanakannya? Tentu saja tidak.
       Peraturan yg telah ditetapkan oleh orangtua cenderung dilanggar, ini merupakan sifat manusia. Jadi sebaiknya dalam memberikan larangan pada anak haruslah jelas dan dapat dimengerti oleh anak. Makin anak mengerti akan aturan yang ditetapkan oleh orangtua maka anak akan melaksanakannya dengan senang hati. Contohnya seperti pulang tepat waktu.
       Kita orangtua kadang-kadang penuh semangat ingin mengatur dan mengontrol kehidupan nak remaja kita, kita merasa bahwa kita yang telah memiliki pengalaman yang lebih banyak. Sehingga sering terjadi konflik antara anak dan orangtua bila anak tidak mau menerima saran dari orangtua. Sebenarnya orangtua yang menyadari bahwa dirinya saat ini adalah seorang konsultan, berfungsi membantu anak mengontrol kehidupannya. Ada orangtua yang pasif dalam menghadapi konflik ini dan menginginkan tidak ada konflik sama sekali. Orangtua seperti ini akan menanggung beban yang berat karena walaupun ia dinjak-injak oleh anaknya, ia akan berusaha diam demi ketenangan dan kedamaian di dalam rumah.  Selanjutnya akan timbul perasaan cemas, putus asa, merasa gagal dan lain sebagainya. Ada pula orangtua yang agresif, dimana setiap perilaku anak yg berbeda atau tidak sesuai dg aturan akan menjadi  ajang medan pertempuran dimana disana harus ada yg menang dan ada yg kalah.
       Sebagai orang tua yang bijaksana sebaiknya melihat perbedaan ini sebagai suatu kesempatan bagi anak untuk membuka komunikasi.  Karena peran orangtua dalam mengontrol bukan senang berada dipihak yang menang dan selalu benar. Dapatlah kita lihat contoh bila ditempat kerja atau dipertemuan arisan dimana antar anggota kelompok selalu terdapat perbedaan pedapat, lalu pada akhir pertemuan kita harus menerima  atau bahkan menyetujui perbedaan tersebut.  
       Kita sebaiknya memberikan kebebasan kepada anak untuk berbeda pandangan. Kita sebagai orangtua tidak dapat mengendalikan pikirannya. Kita hanya dapat meyakinkan mereka akan apa yang kita lihat. Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah dari kebutuhan remaja untuk menjadi orang dewasa yang mandiri. Para remaja adalah orang yang idealis, mereka ingin mengubah dunia dan menjadikannya tempat yg lebih baik.
       Demikian pula terhadap para remaja, sebaiknya kita juga mendengarkan apa pendapat mereka, bagaimana perasaan mereka, apa kendala mereka, mengapa tidak  ingin melaksanakan aturan. Dengan terjalinnya komunikasi dengan anak maka anak akan merasa aman dan selalu lari mendekat ke orangtua bila mereka menghadapi masalah.
       Demikian sedikit pembahasan saya mengenai remaja, semoga bermanfaat..