Kamis, 13 Maret 2014

Pendidikan Seksual Remaja




Hai semua.. Saya ingin membagikan informasi yang pernah saya dapatkan mengenai pendidikan seksual pada remaja. Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.
 Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah  seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.  Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat  remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.
Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada  dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang  berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan  seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet. 
Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas. 
Karakteristik Seksual Remaja
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan.  Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini : Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002)
  Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock,  pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain.
Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.

Perilaku Seksual 
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi. 
Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela  dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.
Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai :
*  Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.
*  Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
*  Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
 
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.

Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja,  menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut :
 
*  Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu
*  Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
*  Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.
*  Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
*  Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
*  Adanya kecenderungan yg makin bebas antara pria & wanita lam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran & pendidikan wanita, shg kedudukan wanita semakin sejajar dg pria.

Pendidikan Seksual 
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yg jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkahlaku seksual, hubungan seksual, & aspek-aspek kesehatan, kejiwaan & kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yg diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yg berlaku di masyarakat, apa yg dilarang, apa yg dilazimkan & bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yg berlaku di masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar.  Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar. 
Tujuan Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Menurut Kartono Mohamad  pendidikan seksual yang baik  mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987)
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
·         Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
·         Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
·         Membentuk sikap dan memberikan pengertian  terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
·         Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
·         Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
·         Memberikan pengetahuan tentang kesalahan & penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri & melawan eksploitasi yg dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
·         Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
·         Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
 Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yg sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yg sehat dan bertanggungjawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikkan & kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yg merupakan anugrah Tuhan & berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yg tertentu saja.

 Beberapa Kiat
  Para ahli berpendapat bahwa pendidik yg terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yg diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual adalah yg sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yg akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya.  Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan.
 
Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan. 
 
Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yg diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:
 
·         Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
·         Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yg tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
·         Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
·         Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara & isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
·         Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif).  Selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yg telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
Saya yakin masih ada cara-cara lain yang dapat anda gunakan dalam mendidik anak remaja anda.  Akhir kata saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi remaja, orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang.

Minggu, 02 Maret 2014

Perkembangan anak yang mengalami penyakit kronis



Hai semua... menyambung pembahasan sebelumnya mengenai perkembangan anak. Sekarang saya akan membahas tentang penyakit kronis yang juga akan mempengaruhi perkembangan seorang anak, yaitu:
Chronic Illness
     Diperkirakan hampir 10 juta anak mengidap sakit kronis di United States, dan 10 persen dari populasinya sakit parah (Melamed, 2002). Sumber stres pada anak dan keluarga adalah penyakit, dan prosedur pengobatannya, rawat inap, dan faktor-faktor yang dapat mengganggu kehidupan keluarga, hubungan pertemanan dan sekolah. Sebelumnya difokuskan pada aspek negatif dan harapan mereka pada kesejahteraan psikologis anak. Nyatanya harapan selalu tidak terlaksana dan memaksa para peneliti untuk lebih memperhatikan pada faktor penyembuhan anak, hasil penelitian dan penyesuaian diri anggota keluarga serta dukungan dari para ahli kesehatan.
    
       Umumnya, keadaan sakit (penyakit, gangguan, ketidakmampuan atau kondisi pengobatan) dianggap kronis saat berlangsung selama 3 bulan atau lebih. (Fritz and McQuaid, 2000). Penyakit kronis dibedakan dengan penyakit akut yang mungkin lebih parah, penyakit kronis akan perlu dikendalikan saat melebihi periode bulan, tahun atau bahkan selama periode hidup. Selanjutnya, selama masa pengobatan individu selalu memberikan perhatian lebih pada anak dengan penyakit akut, orang tua dari anak yang sakit dan pertumbuhan usia, anak-anak mereka dan biasanya menjadi tanggung jawab besar untuk mengatur kondisi.
     Lajimnya penyakit kronik pada anak sangat beragam macam tergantung pemeriksaan dari komunitas atau klinis, yang berdasarkan laporan orang tua atau laporan medis dan bagaimana mereka mengartikan penyakit tersebut. (Fritz dan McQuaid, 2000) Karena dari perbedaan metodologi, rata-rata berkisar 5 sampai 30 persen. Bagaimanapun, sangat penting diperhatikan catatan peningkatan penyakit kronis, ironisnya disebabkan karena perhatian medis yang meningkat sepanjang hidup dari seorang anak yang sakit, pada usia muda dan mungkin tidak dapat bertahan. Kontribusi peningkatan terhadap rata-rata kelangsungan hidup pada bayi prematur, yang mungkin lebih baik dari bayi yang terlahir cacat.
    
Penyakit kronis yang biasa terjadi pada anak:
1.     Asthma. Asma, gangguan sistem pernapasan yang merupakan penyakit kronis umum pada anak di United state; kira-kira 4 sampai 9 persen anak menderita dari efeknya. (Melamed, 2002) Asma, hyperresponsiveness atau hypersensitivity dari trachea, bronchi dan bronchiole yang dihasilkan karena sempitnya saluran udara dan penurunan fungsi paru-paru. Hasilnya pada beberapa waktu akan mengeluarkan suara mendesah dan pernapasan jadi pendek yang disebut dyspnea. Serangan kuat dikenal sebagai status asmaticus, yang dapat mengancam hidup dan memerlukan treatment perawatan medis. Asma adalah penyebab utama dari penuhnya ruangan rumah sakit dan pasien serta menyebabkan ketidakhadiran anak disekolah.
2.     Cystic Fibrosis, CF adalah penyakit menular, mempersingkat harapan hidup anak karena sakit paru-paru dan disfungsi radang perut. Bagaimanapun, treatment perlu ditingkatkan untuk memperoleh kelangsungan hodup yang lebih panjang, dan banyak anak dengan CF dapat berharap untuk hidup di usia dewasa mereka. Pemeliharaan anak dengan CF menuntut perhatian banyak dari keluarga, dimana keluarga harus memantau makanan dan enzim-enzim yang dibutuhkan tubuhnya.  Biasanya ini menjadi tantangan untuk para orang tua untuk menggunakan pelatihan untuk mentreatmen fisik anak setiap hari yang berhubungan dengan bantuan penanggulangan penyakit anak.
3.     Cerebral Palsy Cerebral palsy (CP) melibatkan gangguan yang disebabkan karena kerusakan pada perkembangan otak, umumnya selama dalam kandungan dan proses kelahiran. Pengaruhnya anak akan bersikap aneh dan kontrol gerakan tubuh yang buruk, kesulitan dalam bergerak, atau menderita karena kaku. Cara berbicara menjadi terganggu, dan beberapa, tidak semua menderita mental ratardasi. Lajimnya dari CP meningkat 15 persen diatas 20 tahun, tepatnya meningkatnya rata-rata bertahan hidup pada usia bayi. Tantangan pada gangguan ini beragam macam sesuai tingkat kerusakan. Beberapa individu akan membutuhkan kursi roda untuk gerak mereka, hanya beberapa orang yang dapat berkomunikasi lisan yang menggunankan alat elektronik untuk mengumpulkan suara.
4.     Diabetes Mellitus, Tipe I (ketergantungan insulin) diabetes adalah keadaan dimana terdapat gangguan endocrine pada anak, dampak 1 dalam 800 anak dibawah usia 18 di united State. Hal ini dapat muncul di semua usia, puncaknya timbul selama pubertas. Diabetes adalah penyakit kronis, gangguan selama hidup dimana pancreas tidak dapat memproduksi cukup insulin, yang diperlukan untuk metabolisme karbohidrat. Kerusakan pada produksi sel insulin muncul pada proses autoimunisasi; bagaimanapun, mekanisme ini cepat terjadi saat proses autoimunisasi tanpa diketahui. Hasilnya dapat merusak: Individu dengan aturan buruk diabetes dapat beresiko kebutaan, disfungsi ginjal, kerusakan sel, penyakit hati, kelumpuhan, dan akhirnya membutuhkan amputasi pada organ tubuh dan koma bahkan kematian. Hal ini memharuskan untuk melakukan aturan secara medis.
5.     Sickle Cell Disease  Sickle cell disease (SCD), juga dikenal sebagai sickle cell anemia adalah autosomal recessive disorder yang disebabkan karena kekurangan darah. SCD menyerang penduduk African Americans dengan perbandingan 1 dari 500 pencemaran. SDC biasanya diketahui pada awal perkembangan dan merupakan gangguan yang diakibatkan luka yang terinfeksi dan dapat kambuh. Dalam periodenya akan menyebabkan sakit pada tulang dan sendi dikarenakan vasoocclusion (rintangan) pada aliran pembuluh darah.
6.     Juvenile Rheumatoid Arthiritis Juvenile arthritis adalah gangguan lain yang berhubungan dengan penyakit kronis. Kebengkakan, perih, suhu tubuh panas dan sakit akut. Gangguan parah pada anak. Serangan biasanya terjadi pada usia 16 atau lebih muda yang berdampak pada perkembangan, termasuk sekolah, hubungan teman sebaya dan hubungan dengan keluarga.
7.     Cancer kanker memiliki berbagai macam kondisi yang biasanya disebabkan karena perkembangbiakan sel yang mematikan. Hal ini berhubungan dengan pembentukan jaringan darah yang berbahaya (i.e., leukemia dan lymphoma) laporan memperkirakan sebagian dari diagnosis kangker adalah tumor otak dan central nevous system yang merupakan bagian kedua, dan tumor berdampak pada jaringan spesifik dan organ sistem, seperti tulang atau ginjal, pada posisi ketiga. Acote lymphoblastic leukemia (ALL) juga berdampak pada anak. Meskipun semuanya mempunyai rata-rata jumlah kecil, jumlah kangker merupakan penyakit yang menyebabkan kematian pada individu dibawah usia 16 tahun. Bagaimanapun sikap tabah untuk bertahan hidup adalah harapan untuk mempercepat efek perkembangan treatment.
    
Risk for Psychopathology
Jumlah penelitian yang berdasarkan populasi menunjukan bahwa anak dengan penyakit kronis beresiko mengalami peningkatan perkembangan psikopatologi (Fritz & McQuaid, 2000). Meninjau dari penelitian yang dilakukan mengidentikasikan bahwa jumlah psikopatologi mencakup segala spectrum, dari dalam dan luar gangguan. Depresi dan kecemasan biasa terjadi. Dalam jumlahnya, anak dengan penyakit kronis lebih banyak daripada penyakit kesehatan fisik dalam perkembangan sosial dan masalah akademik serta konsep diri yang buruk, selanjutnya beresiko pada psikopatologi selama masa perkembangan.

Dukungan Sosial
 Ada bukti bahwa, secara umum, isolasi sosial meningkatkan risiko gangguan psikologis dalam keluarga anak-anak dengan penyakit kronis.   Dukungan sosial, di sisi lain, berfungsi sebagai faktor protektif.
  Sayangnya, juga berarti hubungan dan teman-teman tidak dapat memberikan dukungan ketika itu yang paling dibutuhkan dalam proses.  Ketika sebuah penyakit kronis didiagnosis, keluarga sering menerima pada curahan simpati dan bantuan.   Namun, jumlah dukungan yang diberikan kemungkinan akan berkurang seiring berjalannya waktu, bahkan sebagai keluarga kegelisahan, stres dan praktis meningkatkan kesulitan selama penyakit kronis.
 
Intervensi
  Psychotherapeuticinterventions untuk anak-anak dengan penyakit kronis akan sama berbagai efek dari gangguan dan psychopathologies komorbiditas yang menyertainya.   Sebagaimana telah kita lihat, ini mencakup spektrum penuh dari internalisasi (melakukan gangguan, perlawanan oposisi).  Beberapa intervensi berfokus pada anak, sementara yang lain melibatkan orang tua, sistem seluruh keluarga, dan bahkan staf medis.  


 Sekian dan Terima kasih