Jumat, 16 Mei 2014

Rational Emotif Therapy.


       Hai semua.. kalian pasti sudah mengerti tentang psikologikan? Dan psikologi itu mempunyai banyak terapi yang dapat digunakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan secara psikis, salah satunya adalah terapi Rational Emotif Therapy. Sekarang saya akan membahas terapi tersebut.
       Teori Ret menggunakan pendekatan rasional emotif yaitu berdasarkan teori Albert Ellis bahwa ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu dengan ABC. A adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidakbahagiaan. B adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiriyang merupakan sumber ketidakbahagiaan. Dan C adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan yang keliru. Walaupun pemicunya adalah pengalaman-pengalaman nyata dan memang benar-benar menyebabkan penderitaan, namun sesungguhnya keyakinan irasional yang memperumit dan memperbesar persoalan. Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya dapat menikmati dampak-dampak, (effect: E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran yang keliru” yang biasnya diterapkan orang, diantaranya:
1.      Mengabaikan hal-hal yang positif
2.      Terpaku pada yang negatif, dan akhirnya
3.      Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan irasional:
1.      “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”.
2.      “Orang lain harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau mereka akan menderita”.
3.      “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya binasa”.
       Ellis juga menegaskan bahwa betapa pentingnya kerelaan menerima “kerelaan diri sendiri”. Dia mengatakan dalam terapi RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan.
       Menurut Ellis, memang ada alasan-alasan tertentu kenapa orang mengedepankan diri atau egonya, yaitu kita ingin menegaskan bahwa kita hidup dan dalam keadaan baik-baik saja, kita ingin menikmati hidup, dan lain sebagainya. Akan tetapi, jika hal ini dilihat lebih jauh lagi, ternyata mengedepankan diri atau ego sendiri malah menyebabkan ketidaktenangan, seperti yang diperlihatkan oleh keyakinan-keyakinan irasional berikut ini:
                   Aku ingin punya kelebihan atau tak berguna.
                   Aku ini harus dicintai atau orang yang selalu diperhatikan.
                   Aku harus abadi.
                   Aku harus jadi orang baik atau orang jahat.
                   Aku harus membuktikan diriku.
                   Aku harus mendapatkan apa pun yang saya inginkan.
       Ellis berpendapat bahwa evaluasi diri yang keterlaluan akan menyebabkan depresi dan represi, sehingga orang akan mengingkari perubahan. Yang harus dilakukan manusia demi kesehatan jiwanya adalah berhenti menilai-nilai diri sendiri (dalam George. 1997).
Rancangan Intervensi Rational Emotif Therapy
Materi
Rincian Kegiatan dan Tujuan
a.    Asertive adaptif







b.    Bermain Peran









c.    Imitasi





d.    Reinforcement












e.    Sosial Modeling
















f.     Home Work Assigments
























g.    Latihan Assertive
a.    Melatih, mendorong dan membiasakan subjek untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan bersifat pendisiplinan diri subjek.

b.    Subjek diajak untuk dapat mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekannya (perasaan-perasaan yang negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga subjek dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

c.    Subjek diajak untuk  menirukan secara terus-menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud untuk menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif

d.    Mendorong subjek ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan cara memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Bertujuan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada diri subjek dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka subjek akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.

e.    Diberikan untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada subjek dan agar subjek dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, menyesuaikan dirinya, dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh peneliti. Sehingga pada saat subjek menghadapi permasalahan yang sebenarnya, subgjek dapat menganalisanya dengan menyesuaikan dirinya terhadap tingkah laku tertentu.


f.     Subjek melaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan mengginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas-tugas rumah yang diberikan, subjek diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis dengan mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, dan mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Tugas ini dilakukan bertujuan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung  jawab, kepercayaan diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri subjek dan untuk mengurangi ketergantungannya pada peneliti.

g.    Dilakukan untuk melatih keberanian subjek dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku teertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, ataupun meniru mdel-model sosial. Tujuan latihan assertive yang utama adalah:

1.        Mendorong kemampuan subjek mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya.
2.        Membangkitkan kemampuan subjek dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain.
3.        Mendorong subjek untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan diri subjek.
4.        Meningkatkan kemampuan untuk memiliki tingkahlaku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Iman Setiadi, M.Si., psi. 2006. Dinamika kepribadian gangguan dan terapi. Bandung : PT. Refika Aditama.

Broeree, Dr. C. George. Personality theories melacak kepribadian anda bersama psikolog dunia. Yogyakarta: Prismaophie

Corey, Gerald. 1995. Teori praktek konseling dan psikoterapi. Refika Aditama, PT,          Bandung


Davison, G, C. 2006. Psikologi abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

DSM IV – TR. Diagnostic ans statistical manual of  mental disorders text revision.
Maslim. 2001. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkasan PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
Wiramihardja, Prof.Dr. Sutardjo. A, Psi. 2007. Pengantar psikologi klinis. PT. Refika     Aditama. Bandung


Minggu, 11 Mei 2014

Cognitive behavior therapy


         Hai semua.. kalian pasti sudah mengerti tentang psikologikan? Dan psikologi itu mempunyai banyak terapi yang dapat digunakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan secara psikis, salah satunya adalah Cognitive behavior therapy. Sekarang saya akan membahas terapi tersebut.
 Cognitive behavior therapy adalah terapi yang menggabungkan terapi perilaku dan terapi kognitif Albert Ellis dan Aaron T. Beck, yang kemudian dikembangkan oleh Meichenbaum & Mahoney (Oemarjoedi, 2003). Pendekatan kognitif dalam terapi perlakuan ini sebenarnya merupakan salah satu pengembangan terbaru bidang ini, pendekatan ini memanfaatkan hukum-hukum teori belajar untuk membantu mengatasi masalah-masalah psikologis. Cognitif Behavior Therapy dapat dijadikan sebagai alternatif terapi yang memiliki metode pendukung yang konsisten dan fakta terdahulu yang efektif dalam menurunkan tingkat depresi  (Weersing & Weisz, 2002).
       Cognitive Behavior Therapy menurut Ellis & Beck (Oemarjoedi, 2003) adalah sebagai berikut:
a.       Cognitive Behavior Therapy menggunakan pendekatan perilaku yang menekankan pada pentingnya peran kognitif.
b.      Asumsinya adalah bahwa gangguan emosi disebabkan oleh adanya distorsi kognitif.
c.       Terdapat 10 (sepuluh) jenis distorsi kognitif; yakni pemikiran dikotomik, overgeneralisasi, filter mental, diskualifikasi positif, loncatan kesimpulan, pembesaran atau pengecilan, penalaran emosional, pernyataan “harus” memberi cap, label serta personalisasi.
d.      Teknik ABC digunakan untuk mengidentifikasi distorsi kognitif dan mengatasi pikiran yang kacau.

       Cognitive behavior therapy merupakan pendekatan perubahan perilaku yang memokuskan pada target perilaku itu sendiri, kondisi menghilangkan perilaku, kondisi memertahankan perilaku dan faktor-faktor yang menguatkan perilaku itu. Pendekatan ini mengakui pentingnya kognisi individu terhadap perilakunya (Taylor, 1995).
       Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau disebut juga dengan istilah Cognitive Behavioral Modification merupakan salah satu terapi modifikasi perilaku yang menggunakan kognisi sebagai kunci dari perubahan perilaku. Terapis membantu klien dengan cara membuang pikiran dan keyakinan buruk klien, kemudian diganti dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik (Martin dkk, 2003).
        Menurut Horwin (Sudrajat, 2008) Cognitive behavior therapy adalah salah satu bentuk konseling yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat, memeroleh pengalaman memuaskan dan memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu. Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. Pendekatan ini akan berupaya membantu klien mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negatif dan keyakitan-keyakinan pasien yang tidak rasional atau mengganti cara-cara berpikir yang tidak logis menjadi logis (Cormier dalam Lubis, 2009).
        Pendekatan kognitif mengutamakan kognisi atau pikiran, proses berpikir dan bagaimana kognisi memengaruhi emosi dan perilaku. Perilaku dipandang sebagai media kognisi dan perilaku dapat dimodifikasi dengan mengubah pikiran-pikirannya. Pendekatan ini lebih memokuskan pada proses berpikir yang terkontribusi terhadap perilaku dan emosi maladaptif (Ronen, 1997). Menurut teori ini, psikopatologi terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan kapasitas adaptif individu saat itu.
     Pendekatan behavior dan cognitive behavior atau yang dikenal dengan behavior therapy merupakan terapi perilaku yang didasari dari pandangan aliran behaviorisme. Orang-orang behavioris menitikberatkan pada pengaruh lingkungan sebagai faktor utama yang mempengaruhi proses belajar seseorang. Terapi perilaku ini sendiri sulit untuk didefinisikan karena adanya beberapa pendekatan perilaku sendiri yang berbeda dalam model terapi ini. Beberapa teknik perilaku yang digunakan oleh pendekatan behavioral adalah teknik relaksasi, hirarki kecemasan, exposure therapy, modeling, dan CBT (cognitive behavior therapy). Teknik CBT sendiri merupakan percampuran dari teknik perubahan perilaku dengan perubahan peran kognisi dalam diri seseorang. Hal ini didasari dari perspektif kognitif bahwa kognisi seseorang merupakan penyebab dan pemelihara berlanjutnya suatu masalah. Oleh karena itu terapi ini berfokus untuk merubah kognitif subjek terlebih dahulu lalu merubah perilaku yang bermasalah. CBT dipandang sebagai intervensi klinis yang paling efektif hingga saat ini

Rancangan Intervensi Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Materi
Rincian kegiatan dan tujuan
a.       Menemukan pikiran yang negatif







b.      Menyadarkan adanya perangkap negatif

























c.       Kontuksi pikiran otomatis


























d.      Relaksasi



















e.       Ketrampilan memecahkan masalah
















f.       Menetapkan tujuan




g.       Latihan kognitif
h.      Latihan untuk mengubah prilaku terhadap objek
Memberikan pertanyaan langsunguntuk menemukan pikiran negatif. Contoh “Apa yang kamu pikirkan saat terjadi situasi seperti itu?” subjek menjawabnya “batu itu akan melukai kaki saya

a.       Subjek perlu menyadari adanya kaitan antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan kepada subjek bagaimana suatu kejadian atau peristiwa yang menurut subjek tersebut sangat sulit atau sukar untuk mengaktifkan kembali keyakinan atau pikiran yang selama ini dimiliki. Maka dari itu perlu dijelaskan bahwa perangkap negatif ini seperti jebakan yang terus memelihara atau berperan sebagai lingkaran pengalaman hidup yang tidak fungsional. Cara berfikir akan mempengaruhi perasaan, reaksi fisik dari perilaku. Maka itu, perangkap ini harus disadari dan “diputuskan rantainya” agar pikiran, perasaan, dan perilaku kita kembali berfungsi dengan tepat.

b.      Dilakukan untuk memastikan bahwa subjek tidak tidak lagi memiliki pikiran-piran negatif dan terjebak dalam perangkap negatif tersebut. Fungsinya adalah untuk mengecek pikirang yang dimiliki oleh subjek dan menemukan alternatif berfikir lain yang lebih membantu subjek, serta subjek diajak untuk menyadari sebanyak mungkin sudut pandang terhadap suatu masalah. Baik itu sudut pang yang positif maupun degatif serta dapat juga netral. Subjek juga dapat menemukan cara untuk mengontrol perasaan yang tidak menyenangkan, belajar mengatasi dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh subjek. Hal ini dapat membantu subjek untuk dapat berfikir dengan positif dan menghentikan sifat cemas yang terlalu berlebihan yang terdapat dalam diri subjek.

c.       Relaksasi diberikan dan dilatih secara berulang-ulang supaya subjek tidak hanya merasa rileks saat itu saja, tetapi melainkan juga selama subjek melaksanakanb aktivitas sehari-hari. Relaksasi diajarkan kepada subjek agar dapat menurunkan ketegangan psikologis dan merupakan salah satu cara untuk menghadapi stress ataupun suasana hati yang negati (Weersing, Gonzalez, Campo, & Lucas, 2008). Jenis relaksasi yang akan dilathkan dan digunakan dalam intervensi ini adalah relaksasi pernafasan dan set place.



d.      Mengidentifikasi masalah yang dihadapi adalah: pada tahap ini, terapis juga mengidentifikasikan sumber-sumber yang dimiliki oleh subjek. Misalnya, mekuatan dan pengalaman dalam memecahkan masalah yang mirip atau yang sekarang dihadapi. Pada saat itu gejala-gejala psikologis yang pernah dialami saat mengalami masalah, serta tingkat kemampuan subjek dalam memberikan solusi-solusi yang sangat potensial untuk dirinya sendiri. Selain itu, terapis juga perlu memperhatikan dukungan-dukungan yang dimiliki oleh subjek, seperti dari orang terdekatnya maupun lingkungan sekitarnya.

e.       Membantu subjek mencari solusi yang potensial untuk masalah tersebut dengan cara:

1.      Brainstorming, yaitu salah satu teknik untuk membantu subjek membangkitkan ide-ide mengenai solusi yang mungkin dilakukan. Terapis bersama subjek  menuliskan semua ide-ide yang diungkapkan oleh subjek. Kemudian mengidentifi kesulitan-kesulitan yang mungkin akan dihadapi oleh subjek, baik ketika diperaktikkan, maupun secara kognitif, dan cara mengatasinya.
2.      Teknik dua kolom (teknik pros dan cons), teknik ini berguna saat subjek harus membuat pilihan antara dua hal atau dua solusi yang potensial terhadap satu masalah. Terapi dan subjek bersama-sama menulis keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan, dari hasil yang akan diperoleh, dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.


f.       Latihan menggunakan imajinasi untuk membayangkan secara detail mengenai tahap-tahap yang akan dilakukan oleh subjek dan konsekuensi yang mungkin dihadapi oleh subjek. Tujuannya  adalah untuk membantu subjek mengembangkan kepercayaan dirinya dalam mengidentifikasi kemungkinan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi oleh subjek tersebut

g.       Latihan perilaku dengan mendekati objek yang ditakuti dari jarak yang rendah sampai yang tertinggi

1.      Melihat pantai atau kali dari 1 meter
2.      Mendekati pantai atau kali dan melihat batu cadas dan kerikil dalam jarak 1 meter
3.      Melihat dan mendekati batu cadas dan kerikil dalam jarak 100 meter.
4.      Menginjak kaki ke pasir
5.      Berjalan dan menyentuhkan kaki ke baru krikil dan batu cadas.


Conto Pelaksanaan Intervensi
Konsdisi awal
Kegiatan tritmen
Hasil
Subjek selalu merasa takut, gelisah, berkeringat dingin, nafas tersengal-sengal
1.    Mengindentifikasikan dan mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional dan merekonstruksikan melalui pemaparan agar subjek menyadari bahwa pikiran yang menghasilkan kecemasan harus dihadapi dan bukan dihindari.
2.    Mengajarkan subjek relaksasi pernafasan dan mengajarkan subjek secara bertahap berhadapan dengan stimulus pembangkit kecemasannya, yaitu batu cadas yang ada di pantai.
Dengan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh subjek, maka dengan inisiatifnya sendiri, subjek telah mampu mengatasi kecemasannya dan pergi ke pantai.



DAFTAR PUSTAKA

Oemarjoedi, A. K. (2003). Pendekatan cognitive behavior dalam psikoterapi. Jakarta: Penerbit Creatif Media.