Rabu, 30 April 2014

Filsafat di pasca sarjana



Hai semua.. kali ini saya mau membahas kenapa filsafat harus dipelajari pada program pasca sarjana? Itu karena mahasiswa di pasca sarjana dituntut untuk melakukan suatu penelitian lebih mendalam tentang kehidupan yang berdasarkan hakikat ilmu. Filsafat akan membiasakan mahasiswa untuk berpikir kritis, logis dan rasional. Penelitian yang akan dilakukan mahasiswa pada pasca sarjana harus menggunakan karya ilmiah sebagai sumber utama penelitian. Karya ilmiah pada program pasca sarjana harus lebih banyak dari pada karya ilmiah pada program sarjana. Karya ilmiah terdahulu merupakan hasil pengetahuan dari ilmu-ilmu filsafat. Filsafat berperan dalam menghadapi fenomena-fenomena yang terpengaruh oleh kemajuan teknologi dan informasi.
Filsafat memiliki cakupan ilmu yang mendalam. Dengan mengetahui bidang kajian filsafat (filsafat ilmu) yang mencakup epistemologi, ontologi, dan aksiologi, maka peran filsafat akan semakin dapat dipahami oleh masyarakat dan mahasiswa akan lebih bersemangat untuk terus belajar dan melanjutkan studinya. Filsafat mengubah cara pandang manusia, dan mempelajari filsafat ilmu adalah cara mengubah pandangan manusia terhadap kehidupan tersebut.
Belajar filsafat ilmu bagi mahasiswa pasca sarjana sangat penting, karena dengan mempelajari filsafat ilmu akan mendatangkan kegunaan bagi para mahasiswa sebagai calon ilmuwan untuk mendalami metode ilmiah dan untuk melakukan penelitian ilmiah lebih mendalam. Selain itu, dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa memiliki pemahaman yang utuh mengenai ilmu dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut sebagai landasan dalam proses pembelajaran dan penelitian ilmiah. Mahasiswa akan membiasakan diri untuk bersikap logis-rasional dalam Opini & argumentasi yang dikemukakan. Mengembangkan semangat toleransi dalam perbedaan pandangan (pluralitas). Karena para ahli filsafat tidak pernah memiliki satu pendapat, baik dalam isi, perumusan permasalahan maupun penyusunan jawabannya. Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah.
Mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika diharapkan memiliki penguasaan yang baik atas bidang ilmu yang ditekuni untuk selanjutnya memanfaatkan ilmu tersebut, baik untuk pengembangan kehidupan dirinya maupun kehidupan masyarakat pada umumnya. Penguasaan ilmu bukan hanya menyangkut penguasaan konsep-konsep serta teori-teori keilmuan dalam bidangnya masing-masing, akan tetapi juga landasan pemahaman mengenai hakikat ilmu, objek kajian dari ilmu yang dipelajari, metode untuk pengembangan ilmu tersebut, serta kaidah-kaidah moral dan etika mengenai untuk apa ilmu itu harus dimanfaatkan. Atas dasar itulah filsafat ilmu memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian calon-calon ilmuwan pada umumnya khususnya mahasiswa pada pasca sarjana.
Filsafat ilmu membantu agar mahasiswa mampu membedakan persoalan yang ilmiah dengan yang tidak ilmiah, filsafat ilmu memberikan landasan historis-filosofis bagi setiap kajian disiplin ilmu yang ditekuni, filsafat ilmu memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi setiap disiplin ilmu, filsafat ilmu memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif dan penelitian penalaran supaya manusia dapat menyerasikan antara logika, rasio, pengalaman, dan agama dalam usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhannya untuk mencapai hidup yang sejahtera. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Sekian dan Terima kasih..

Rabu, 23 April 2014

Disleksia


Hai semua... Saya pernah mendapat sebuah kasus psikologi mengenai anak yang belum bisa membaca padahal anak tersebut sudah masuk ke sekolah dasar. Anak tersebut cukup cerdas tapi belum bisa membaca. Dari hal ini mulai muncul partanyaan dalam pikiran saya, apa yang terjadi pada anak ini? Apakah anak tersebut Disleksia.
Coba jawab pertanyaan di bawah ini terlebih dahulu:
1. Apakah ada diantara anggota keluarga yang memiliki kesulitan dalam belajar mengeja atau membaca semasa masa sekolah dulunya?
2. Apakah anak merasa takut atau cemas ketika akan berangkat sekolah
3. Apakah anak mengalami kesulitan dalam mengeja?
4. Apakah anak mengalami kesulitan dalam membaca atau melewati kata-kata tertentu ketika sedang membaca?
5. Apakah anak kesulitan membaca dengan suara lantang?
6. Apakah anak kesulitan dalam menyalin?
7. Apakah anak kesulitan dalam mengikuti perintah atau instruksi yang tertulis?
8. Apakah anak mengalami kesulitan dalam menghitung mundur seperti 100, 99, 98, 97 dst.
9. Apakah ada anggota keluarga yang kidal?
 Bila jawaban Anda YA untuk 4 atau lebih dari beberapa pertanyaan diatas maka perlu dilakukan konsultasi secara mendalam mengenai disleksi pada psikolog atau tenaga kesehatan professional.
  1. Apa sebenarnya Disleksia itu?
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
B. Disleksia dan otak kita.
Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.
Disleksia erat kaitannya dengan trauma kepala atau luka yang disebabkan pada bagian area otak yang mengontrol kemampuan belajar terutama membaca atau menulis. Namun demikian, trauma kepala ini sangat jarang ditemukan sebagai penyebab utama pada anak disleksia.
Penyebab lainnya adalah kerusakan otak bagian kiri (cerebral cortex) yang mengakibatkan anak kesulitan membaca dengan lancar seperti orang dewasa. Disleksia juga dapat diturunkan melalui gen (hereditas) sebagai salah satu faktor penyebab kemunculan disleksia bawaan. Faktor hereditas ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
Disleksia juga ditemukan pada anak yang mengalami kelahiran primatur. Kelainan hormonal pada masa perkembangan fetal (bayi) pada masa kandungan awal (tiga bulan pertama) juga dapat mengakibatkan kemungkinan adanya gangguan disleksia dikemudian hari.
Beberapa anak disleksia ditemukan kerusakan pada bagian otak tertentu yang berhubungan dengan fungsi penglihatan dan pendengaran, gangguan ini kadang juga berkaitan dengan gangguan disgrafia (dysgraphia), yakni gangguan dalam menulis seperti kesulitan dalam menggenggam pensil atau menggambar sesuatu diatas kertas.


C. Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.
Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca, menulis, Memahami urutan (sequencing), Memahami orientasi dan Memahami angka.
Assessment dilakukan untuk mengetahui permasalahan utama yang dialami anak, test dilakukan mencakup lima area; kognisi (inteligensi), kemampuan akademik, komunikasi, sensor motorik, dan perkembangan kesehatan. Test dilakukan dengan melibatkan beberapa tenaga ahli dibidangnya dengan melibakan orangtua.
Beberapa alat test yang sering digunakan dalam mendiagnosa disleksia, misalnya dengan menggunakan alat test khusus seperti; Beery Developmental Test of Visual-Motor Integration, Wechsler Intelligence Scale for Children-Third Edition (WISC-III), Kaufman Assessment Battery for Children (KABC), Stanford-Binet Intelligence Scale, Woodcock-Johnson Psycho-Educational Battery, Peabody Individual Achievement Tests-Revised (PIAT), Wechsler Individual Achievement Tests (WIAT) dan sebagainya.


Simtom yang biasa muncul pada anak Disleksia:
Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).
Daya ingat jangka pendek yang buruk
Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
Tulisan tangan yang buruk
Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
Kesulitan dalam mengingat kata-kata
Kesulitan dalam diskriminasi visual
Kesulitan dalam persepsi spatial
Kesulitan mengingat nama-nama
Kesulitan / lambat mengerjakan PR
Kesulitan memahami konsep waktu
Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
Kesulitan membedakan kanan kiri


Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :
Salah pelafalan kata-kata yang panjang
Bicara tidak lancar
Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan dalam membaca:
Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
Kesulitan mengeja
Membaca sangat lambat dan melelahkan
Tulisan tangan berantakan
Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.


D. Dampak disleksia pada anak;
 Disleksia berdampak buruk pada anak seperti:
- Frustrasi ketika belajar membaca
- Kegagalan belajar sekolah
- Enggan atau rasa malas ke sekolah
- Rendah motivasi
- Rendah self-esteem
- Menarik diri dari teman sepermainan
- Kecemasan

E. Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut.
Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
- Manajemen kelas kecil. Dengan kelas yang terdiri dari 10 anak, yang dibimbing oleh 2 orang guru, perhatian guru untuk masing-masing anak lebih terfokus. Dalam kelas yang relatif kecil ini, siswa juga lebih mudah mengarahkan perhatiannya. 
- Pendekatan multisensoryAgar siswa lebih mudah memahami pelajaran, guru menyampaikan materi melalui berbagai indera, baik penglihatan, pendengaran, sentuhan, ataupun dengan pengalaman langsung. 
- Adanya aturan kelasAturan kelas berfungsi untuk mengkondisikan situasi belajar di kelas agar menjadi kondusif dan proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Aturan di masing-masing kelas bisa berbeda, tergantung dari kondisi siswa dari kelas yang bersangkutan. 
- Adanya reward systemUntuk siswa berkesulitan belajar, reward system ini amat bermanfaat untuk membangun motivasi mereka. Pada mulanya reward bersifat eksternal dan secara bertahap diubah menjadi internal 
- Pelatihan ketrampilan sosialPelatihan ini berguna untuk meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun lingkungan sosial anak. Dalam pelatihan ini, anak juga diarahkan untuk memahami kesulitan belajarnya dan bagaimana strategi untuk mengatasinya. 
- Belajar dengan iringan musikDi kelas anak belajar dengan iringan musik klasik, untuk mengarahkan konsentrasi dan emosi mereka. 
- Kegiatan ekstra-kurikuler difokuskan untuk meminimalkan kesulitan belajar anakKegiatan ini bukan diarahkan pada prestasi, tetapi lebih pada melatih proses-proses yang dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa. Misalnya kegiatan sepak bola difokuskan untuk melatih koordinasi visual-motorik dan kerjasama.  
- Usahakan suasana tenang ketika anak mulai belajar membaca
- Usahakanlah mendapatkan buku bacaan yang juga mempunyai kaset (audio)
- Gunakan buku dengan tulisan yang agak besar dan spasi agak jarang
- Catat beberapa kata yang sulit anak untuk melafalkannya
- Catat tingkat kemajuan yang dicapai anak dan beri penghargaan
- Bolehkan anak menggunakan komputer dalam melatih anak mengarang
- Jangan menggunakan bahan bacaan yang mirip
- Gunakan banyak metode mengajar yang berbeda-beda
- Ajarkan anak mengenai logika yang lebih banyak dibanding hal-hal yang menyangkut memori


Demikian info dari saya, semoga bermanfaat buat kita semua. Terima kasih..
  
Buku
Anastasi, A. (1968). Psychological Testing. 3rd ed.. The Macmillan Company, New York.
Miles, T. R. (1983). Dyslexia: The Pattern of Difficulties . Granada Publishing Co., St Albans
Snowling, M., (1987). Dyslexia. A Cognitive Developmental Perspective, Oxford.


























Jumat, 18 April 2014

KETRAMPILAN KONSELING




Hai semua.. saya ingin memaparkan mengenai keteraampilan konseling. Menjalin hubungan dengan klien adalah sangat penting, karena hubungan dengan klien merupakan pusat dalam proses konseling serta sangat dibutuhkan dalam mempelajari teknik konseling sebagai upaya meningkatkan efektivitas proses konseling. Bruce Hosking (1988) mengemukakan keterampilan-keterampilan dasar konseling sebagai berkut: (1) memperhatikan klien, (2) membuka percakapan, (3) membuka penjelasan dengan kata-kata sendiri, (4) merefleksikan perasaan, (5) membuat ringkasan, (6) melakukan konfrontasi, (7) mengidentifikasi perasan dan emosi, dan (8) mengintegrasikan bersama berbagai keterampilan.

Hal-hal yan harus dilakukan dalam konseling adalah:
1. Pembukaan adalah ketrampilan membuka atau memulai wawancara  konseling    dalam  hubungan  konseling.
a.      Penyambutan
secara  lisan, misalnya  memberi  atau  menjawab  salam,  mempersilahkan  duduk,  menyebut  nama konseli, rapport. dengan tanpa lisan, misalnya segera membuka pintu setelah mendengar ketukan pintu, menjabat  tangan  dengan  senyum  ceria,  mendampingi  konseli  menuju  tempat  duduk. Topic  netral, berupa  pembicaraan yang  bersifat  umum  dan  tidak  menyinggung  perasaan  konseli  (misalnya:  berupa kejadian-kejadian hangat, hobi, gambar, keluarga)
Opening dalam kegiatan konseling disebut juga dengan teknik rapport. Teknik  ini  berarti  suatu  kondisi  saling  memahami  mengenai  tujuan  bersama.  Tujuan  utama teknik rapport adalah untuk menjembatani huhungan antara konselor dengan konseli. Untuk membangun hubungan sehingga tercipta  suasana  hubungan  yang  akrab  yang  ditandai  dengan  saling mempercayai.
Hal yang perlu dilakukan diawal adalah menunjukka adanya penerimaan. Acceptance merupakan teknik yang digunakan konselor unluk menunjukkan minat dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli. Acceptance atau penerimaan artinya menerima apa adanya, menerima pribadi klien sebagai suatu keseluruhan.Sebaliknya  membenarkan (menyetujui) atau tidak menyetujui segi-segi kepribadian atau  kelakuan seorang klien, bukan merupakan bentuk penerimaan.
Ada dua bentuk Acceptance, yaitu
  1. Lisan / Verbal
Bentuk Panjang
  • Saya memahami…
  • Saya mengerti……
  • Saya dapat merasakan…
  • dll
  1. Bentuk Pendek
Seperti: teruskan. ….., terus, oh…..ya,    dll
Catatan:  Kata-kata perasaan ini penggunaannya disesuiakan dengan isi pesan yang diungkapkan klien
  1. Non verbal
Bahasa tubuh (postur): misalnya cara duduknya…
Gestural ( ekspresi wajah, anggukkan kepala, gerakan tangan…)


Hal ini bertujuan untuk menunjukkan kedekatan daripada sikap dan menunjukkan tingkat keterbukaan dan  ketulusan  hati  konselor. Untuk membangun hubungan  lebih dekat dengan konseli sehingga tercipta  suasana  hubungan  yang  akrab  yang  ditandai  dengan  saling mempercayai.

2. Keterampilan memperhatikan (attending skills)
Keterampilan memperhatikan meliputi: posisi tubuh (postural position), kontak mata (eye contact), dan mendengarkan (listening).
a. Posisi tubuh (postural position)
1) Duduk dengan badan menghadap klien
2) Posisi tangan di atas pangkuan tanpa kaku, artinya pelu dengan gerakan-gerakan tengan yang menhikuti komunikasi verbal
3) Duduk dengan kepala tegak tetapi tidak kaku dan badan agak condong kearah klien untuk menunjukkan konselor “bersama klien”
4) Ekspresi muka yang ekspresif, misalnya senyum secara spontan atau mengangguk tanda menegrti/setuju dan menggeleng tanda kurang mengerti.
 b. Kontak mata (eye contact)
1) Memandang klien secara sekilas dan spontan yang menunjukkan perhatian dan keinginan untuk berespon
2) Memandang klien pada saat klien berbicara
c. Mendengarkan (Listening)
1) Memelihara perhatian penuh terhadap klien
2) Mendengarkan semua apa yang dikemukakan
3) Mendengarkan klien dalam keseluruhan pribadinya: kata-kata, perasaan, dan perilakunya
4) Berespons dengan baik terhadap apa yang dikatakan klien setelah ia selesia bercerita dan tidak melompat ke topik yang lain.


3. Keterampilan membuka percakapan (open invitation to talk)
Keterampilan ini meliputi: pertanyaan-pertanyaan open-ended yang memungkinkan jawaban baru yang lain, dan rangsangan minimal untuk berbicara. Diawal pembicaraan, konselor padat mengeksplorasi percakapan. Exporation (Eksplorasi) Adalah suatu ketrampilan konselor untuk menggali perasaan pengalaman, dan pikiran konseli. Ada  3  jenis  eksplorasi:
(1)  eksplorasi  perasaan,  yaitu ketrampilan  untuk  menggali  perasaan  konseli  yang  tersimpan.  Misalnya:  “Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan (2)  Eksplorasi    pengalaman,  yaitu  ketrampilan  konselor  untuk  menggali pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh konseli. Misalnya: “Saya terkesan dengan pengalaman  yang  Anda  lalui.  Namun  saya  ingin  memahami  lebih  jauh  tentang pengalaman tersebut  dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”. 
(3)  Eksplorasi pikiran, yaitu ketrampilan konselor untuk menggali ide, pikiran dan pendapat konseli Misalnya: “ Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih jauh ide Anda tentang sekolah sambil  bekerja”. “Saya  kira  pendapat  Anda  mengenai  hal  ini  baik  sekali.  Dapatkan Anda menguraikan lebih lanjut?”. menggali perasaan pengalaman, dan pikiran konseli karena kebanyakan konseli menyimpan rahasia batin, menutup  diri,  atau  tidak  mampu  mengemukakan  pendapatnya    dengan  terus  terang.. Mungkin dia hadir dengan terpaksa, sehingga enggan untuk mengemukakan perasaan atau pikirannya. dapat digunakaan pada sesi tengah atau akhir dan menyesuaikan percakapan.

Selanjutnya konselor dapat melakukan Focusing (Pemusatan). Pemusatan  adalah  ketrampilan  konselor  yang  memungkinkan  mengarahkan  arus  pembicaraan  konseli  ke  arah  daerah  atau  bidang  yang  konselor  inginkan. Ada beberapa focusing yang dapat dilajkukan oleh konselor, yaitu:
Pemusatan terarah kepada:
a)      Klien: ”Tom, Anda mengatakan bahwa Anda  mengkhawatirkan masa depan Anda  mengenai…..”
b)      Tema atau masalah: “ Ceritakanlah lebih lanjut mengenai ketidakberhasilan Anda, Bagaimana hal itu bisa terjadi?”.
c)      Konteks  lingkungan/cultural:  “Sekarang  angka  pengganguran sangat  tinggi.  Dalam  keadaan  ini  jenis  pekerjaan  apa  yang  mungkin  masih  terbuka  untuk Anda?”.
d)      Orang  lain:  “  Roni  telah  membuat  kamu  menderita.  Terangkan  tentang  dia,  dan apa yang telah dilakukannya?”.
e)      Topik:  “Pengguguran  kandungan?”.  Kamu  memikirkan aborsi?”  Sebaiknya pikirkan masak-masak dengan berbagai pertimbangan!”. Focusing         dapat  membantu  konseli  untuk  memusatkan  perhatian  pada  pokok pembicaraan. dapat digunakaan pada sesi tengah atau akhir dan menyesuaikan percakapan.

Konselor juga dapat melakukan Directing (Mengarahkan). Directing adalah  suatu  ketrampilan  konseling  yang  mengatakan  kepada konseli  agar  dia  berbuat  sesuat,  atau  dengan  kata  lain  mengarahkannya  agar melakukan sesuatu. Misalnya meminta konseli untuk bermain peran dengan konselor, atau mengkhayalkan sesutau.
Misalnya:
Konseli  :  “  ayah  saya  sering  marah-marah  tanpa  sebab,  saya  tidak  dapat  lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit”.
Konselor: “
Dapatkah Anda memerankan di depan saya bagaimana sikap dan kata-kata
ayah Anda jika memarahi Anda?”.. Memberikan arahan kepada konseli agar lebih memahami masalhah yang di hadapi. dapat digunakaan pada sesi tengah atau akhir dan menyesuaikan percakapan

Selain itu konselor harus dapat memberikan saran. Advice  adalah  ketrampilan  konselor  untk  memberikan  informasi/nasehat
kepada  konseli  agar  ia  menjadi  lebih  jelas/lebih  pasti  mengenai  apa  yang  hendak dilakukan. Ada 3 jenis Advice , yaitu:
(1) direct advice, diberikan jika konseli tidak tahu  sama sekali, atau pemberian nasehat secara langsung bagi permintaan konseli berupa fakta, yang dia sama sekali tidak mempunyai informasi tentang hal itu. Misalnya  konseli  menanyakan  suatu  informasi  yang  tidak  diketahuinya  kepada konselor  dan  kebetulan  konselor  tidak  tahu,  misalnya  informasi  mengenai  kegiatan ekstrakurikuler, maka respon konselor: “Kebetulan ibu tidak tahu mengenai informasi itu,  maka  sebaiknya  Anda  datang  langsung  kesekretariat  kegiatan  ekstra  yang  Anda maksudkan”.
(2)    persuasive  advice  atau  nasehat  persuasive,  diberikan  jika  konseli sudah mengetahui alasan-alasan logis atas rencananya.  Misalnya  konseli  menceritakan  mengenai    keadaannya,  bahwa  dia    tidak  kerasan
tinggal  ditempat  kosnya  karena  dia  tidak  bisa  konsentrasi  belajar, dengan mengemukakan berbagai alasan,  maka respon konselor:  “Berdasarkan alasan-alasan yang  anda  kemukakan  maka  bagus,  bila  rencana  itu  dilaksanakan”.
(3)  alternative advice atau  nasehat  alternatif, diberikan  setelah  konseli  mengetahui  kelebihan  dan kelemahan dari setiap alternatif tindakan yang akan diputuskan. diharapkan  dari  advice  ini  adalah    jika  advice  diterapkan secara  efektif  dan  bekerjasama,  konseli  akan  menggunakan  informasi  baru  untuk memikirkan perbuatan dengan cara-cara baru pula. dapat digunakaan pada sesi tengah atau akhir dan menyesuaikan percakapan.


4. Keterampilan membuat penjelasan dengan kata-kata sendiri (para-phrasing).
Paraphrasing adalah suatu keterampilan dasar komunikasi untuk memperbaiki hubungan interpersonal antara konselor dengan klien, dengan cara menangkap perasaaan dan ucapan-ucapan klien serta mengungkapkan kembali hal-hal tersebut dengan kata-kata sendiri kepada klien. Paraphrasing yang baik mencakup pernyataan kembali pesan dasar klien secara sama dengan kata-kata sederhana, yang ditandai dengan suatu kalimat awal, seperti:
“Apakah yang anda katakan adalah……………?”
“Nampaknya yang anda katakan adalah………………….”
Pokok-pokok yang disarankan untuk paraphrasing:
a. Dengarkan secara teliti pesan dasar yang disampaikan klien
b. Nyatakan kembali kepada kien kesimpulan atau ringkasan singkat dari pesan dasar yang dikemukakannya
c. Amatilah apakah klien memberikan respons yang tegas terhadap paraphrase yang diberikan oleh konselor. Mintalah untuk tegas.


5. Keterampilan merefleksikan perasaan (reflection of feeling)
Salah satu usaha untuk memelihara komunikasi dan untuk mendorong pengungkapan perasaan klien, adalah dengan jalan melakukan refleksi perasaan; di mana konselor berusaha meneruskan kepada klien apa yang konselor pahami sendiri dari perasaan klien, yang juga untuk memberikan penguatan terhadap kebebasan klien serta menghargai ekspresi perasaan klien. Refleksi perasaan juga merupakan suatu persecption check yang baik di mana melalui refleksi perasaan klien, konselor mencoba untuk menghadapkan secara jelas perasaan-perasaan klien dan dikembalikan kepada klien sendiri agar ia dapat memahami lebih baik lagi perasaannya sendiri .
Refleksi yang baik termasuk juga bagaimana pengamatan kita terhadap perasaannya, tidak hanya merefleksikan apa yang klien ucapkan ettapi juga bagaiman ia mengucapkannya. Dengan demikian, konselor tidak hanya mencoba masuk ke dalam isi perasaan, tetapi juga harus mampu membaca keseluruhan perasaan diri klien, baik ucapan, cara mengkomunikasikannya secara verbal dan non-verbal.
Dari sini kemudian konselor merefleksikan kepada klien dalam suatu bentuk yang sama dengan mengadakan paraphrase yang lebih dekat dengan perasaan utama yang diungkapkan klien.
Merefleksikan perasan tidak semudah kalau merefleksikan isi. Jika seorang konselor hanya merefleksikan isi. Maka sebenarnya konselor belum dapat memahami makna pengalaman yang dialami kliennya.
Refleksi perasaan seperti:
a. Bahasa yang sesuai dengan tingkat pendidikan atau budaya klien
b. Tidak mencoba untuk merefleksikan setiap hal
c. Berusaha mendalami perasaan klien dengan dipersiapkan lebih dahulu
 Reflection of Meaning (Pemantulan Makna ).Pemantulan  makna  adalah  konselor  memantulkan  berkenaan  dengan  pikiran, perasaan  dan  sikap  yang  ada  di  balik  pengalaman  hidup  yang  dinyatakan  konseli (dilihat dari perspektif konseli bukan  perspektif konselor).
Contoh bentuk  pemantulan makna Misalnya:
“ Apakah maknanya hal itu bagi Anda?”, , “Apakah nilai-nilai yang ada  di  belakang  tindakan  Anda?”.
Dengan pemantulan makna maka  konselor  dapat mengharapkan  konseli  untuk  menggali  lebih  dalam  aspek-aspek  dari  pengalaman hidupnya. Pada sesi tengah pada saat Bimbingan dan konseling atau kondisional menyesuaikan ungkapan kata-kata oleh klien. diharapkan  bahwa  konseli  akan  mendiskusikan  cerita,  isu  dan  masalah  secara  lebih dalam  dengan  menekankan  pada  makna,  nilai  dan  pemahaman  yang  mendalam  di balik cerita tersebut
Konselor juga dapat melakukan Clarification , adalah  ketrampilan  konselor  mengungkapkan  kembali  isi
prnyataan kilen dengan menggunakan kata-kata konselor sendiri yang baru dan segar. Bentuk kata Clarification biasanya didahului dengan kata-kata pendahuluan, misalnya:
     pada dasarnya … 
     pada pokoknya …… 
     pada intinya ……… 
untuk  mengecek persepsi konselor sendiri, tujuannya untuk meyakinkan bahwa konselor mengerti apa yang digambarkan konseli . Pada sesi tengah pada saat Bimbingan dan konseling atau kondisional menyesuaikan percakapan. memberikan  umpan  balik  kepada  isi  dari  pernyataan  konseli  dengan  kata-kata  yang berbeda sehingga dapat menegaskan masalah.
Konselor juga dapat melakukan Restatement (Pengulangan). restatement  adalah  suatu ulangan  dari  pikiran  atau  perasaan  konseli  yang  penting  yang  diungkapkan  konseli sebelumnya. Bentuk kata Restatement (Pengulangan)variatif menyesuaikan konseli, sebagi contoh;
Conseli :     “Saya kalau membantu uang belum pernah. Tapi waktu kami sehat saya sering memberi jajan dan temanku ini saya ajak makan bersama. Tidak tegasaya makan sendiri di tempatnya, sedangkan dia memang tidak mempunayi uang”
(kata yang dianggap penting/ clue-nya :
Conselor:     “Tidak tega?”. untuk  mengecek persepsi konselor sendiri, tujuannya untuk meyakinkan bahwa konselor mengerti apa yang digambarkan konseli dan bisa juga untuk  merealisasikan  komentar  konseli  dengan  mengulang  apa yang  telah  konseli  katakan  dalam  cara-cara  yang  lebih  tepat. Pada sesi tengah pada saat Bimbingan dan konseling atau kondisional menyesuaikan ungkapan kata-kata oleh klien. memberikan  umpan  balik  kepada  isi  dari  pernyataan  konseli  dengan  kata-kata  yang berbeda


Konselor juga dapat melakukan Reassurance  adalah  teknik  yang  dipergunakan  untuk  memperkuat  atau mendukung  pernyataan  positif  konseli  agar  iamenjadi  lehih  yakin  dan  percaya  diri. (a)  Prediction  reassurance  (penguatan  prediksi),  yaitu  penguatan  yang  dilakukan konselor  terhadap  pernyataan  konseli  yang  berisi  rencana  positif  yang  akan dilaksanakan,  Contoh:  ”Bagus,  apabila  anda  mau  menolong  teman  anda,  kemungkinan  besar mereka  juga  akan  menolong  Anda”;  Jika  benar-benar  Anda  lakukan rencana itu, ….maka” (prediksi). 
(b) Postdiction reassurance (penguatan postdiksi) yaitu penguatan konselor lerhadap tingkah laku positif yang telah dilakukan klien dan tampak hasilnya.
(c) Factual  reassurance (penguatan  faktual)  yaitu  penguatan  yang  dipergunakan konselor  untuk  mengurangi  beban  penderitaan  psikologis  (pengalaman yang  tidak  menyenangkan)  konseli,  karena  pengalaman  demikian  tidak hanya konseli sendiri yang mengalaminya, akan tetapi akan dialami oleh semua  orang.  Penguatan  ini  lebih  bersifat  menghibur  konseli  dengan tujuan agar beban yang dialami oleh konseli menjadi berkurang. Contoh:  Pada  saat  konseli  mengalami  musibah,  misalnya,  konselor  dapat membantu  meringankan  beban  konseli  dengan  memberikan  dukungan faktual  bahwa  apa  yang  dialami  konseli  juga  dapat  dialami  oleh  orang lain dan merasakan seperti apa yang dirasakan konseli saat ini. konseli akan  mampu    mengantisipasi  secara  lebih  baik  konsekuensi  dari  perbuatan  dan perubahan  pikiran,  perasaan  dan  perilakunya.  Setidak-tidaknya  konseli  akan memahami dampaknya bagi dirinya. dapat digunakaan pada sesi tengah dan menyesuaikan percakapan.


6. Keterampilan membuat ringkasan (summarizing)
Summarizing adalah suatu proses mengikat bersama hal-hal yang diungkapkan klien ke dalam suatu pernyataan dengan beberapa ide persasaan pada akhir dari suatu unit pembahasan atau akhir wawancara. Bila kita melakukan summarizing, kita mencoba membuat: rekapitulasi, kondensasi, kristalisasi, terhadap esensi dari apa-apa yang dibicarakan.
Keterampilan summarizing, meliputi:
a. Perhatian terhadap apa yang dikatakan klien, yang selanjutnya merupakan perluasan dari keterampilan paraphrase
b. Bagaimana ia mnegemukakan hal itu (feelings), yang selanjutnya merupakan perluasan dari keterampilan “refleksi perasaan”
c. Tujuan, waktu, dan efek dari pernyataan-pernyataan klien (proses), yaitu suatu pernyataan dimana proses bantuan itu dimulai dan berlangsung hingga akhir.
Beberapa petunjuk untuk summarizing:
a. Refleksikan pada bermacam-macam tema dan dengan nada suara emosional sebagaimana klien mengucapkannya
b. Ambillah bersama klien persamaan dan ide-ide kunci ke dalam pernyataan umum dari pengertian dasarnya
c. Jangan menambahkan ide baru dalam suatu summary
d. Putuskan jika hal itu sangat mmebantu anda sebagai konselor dan nyatakan summary anda atau mintalah untuk memutuskannnya.
 summary  adalah teknik             yang     dipergunakan     konsetor untuk menyimpulkan   hal-hal yang dikomunikasikan  selama  session  bantuan  dan  hal-hal  tersebut  merupakan  bagian-bagian yang penting. Summary  dibedakan  menjadi  dua,  yaitu:  (1)  kesimpulan  bagian,  dan  (2)  kesimpulan  akhir.  Kesimpulan  bagian  dibuat  pada  percapakan  konseli  dan  konseloryang  dipandang  telah  sampai  pada  titik  penting,  dan  dibuat  dengan  menggunakan kata-kata,  seperti:     “untuk  sementara  ini….”,  “sejauh  percakapan  kita  ini…..”,“sampai  saat  ini…”.  Kesimpulan  akhir  dibuat  setelah  konselor  menganggap  bahwa percapakan  telah  sampai  pada  titik  akhir  Simpulan  akhir  merupakan  review  dari keseluruhan wawancara pada suatu sesi konseling. Dalam membuat kesimpulan akhir, biasanya  menggunakan  kata-kata  pendahuluan,  seperti:“dari  awal  dan  akhir percakapan  kita,  maka  dapat  disimpulkan….”, Summary         bermanfaat  sangat  penting  bagi  konselor  dan  konseli,  karena memberi  kesempatan  berpartisipasi  pada  keduanya.  Selain  itu summary sangat penting untuk mengakhiri satu bagian atau bagian pertama yang kemudian dilanjutkan pada  bagian  berikutnya  dan  juga  memberikan  kesempatan  bagi  konselor  untuk mendorong konseli mengutarakan perasaannya mengenai proses konseling. dapat digunakaan pada sesi tengah atau akhir dan menyesuaikan percakapan.
7. Keterampilan melakukan konfrontasi (confrontation)
Konfrontasi: suatu teknik dalam wawancara konseling untuk menghadapkan kepada klien pertimbangan yang agak bersifat kontradiktif atau diskrepans dalam perilakunya, dengan memberikan komentar konfrontatif. Komentar ini agak berbeda dengan paraphrase dan refleksi perasaan, di mana klien mempertimbangkan diskrepansi antar perilaku dan pernyataannya sendiri berdasar komentar yang diberikan oleh konselor. Tujuan dari keterampilan konfrontasi adalah menolong klien untuk menghancurkan pertahanan yang ia latakkan dalam suatu medan komunikasi, sehingga ia dapat meningkatkan suatu komunikasi yang lebih akrab. Teknik konfrontasi ini sangat sensitive, oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam melaksanakannya.
Konfrontasi ini sifatnya membantu klien, bukan dimaksudkan untuk menyerang klien tetapi dibatasi pada komentar-komentar khusus terhadap perilaku klien yang tidak konsisten. Faktor penting dalam konfrontasi adalah ketepatan waktu penyampaian dan sifatnya yang non-judgemental, sehingga klien mampu menggunakan kkomentar yang disampaikan itu untuk “melihat kembali dirinya”. Contoh penggunaan konfrontasi yang baik:
a. Kontradikisi antara isi pernyataan dengan cara ia menyampaikannya, contoh:
Konselor: Apa kabar hari ini?
Klien: Oh (nada datar) dalam keadaan baik-baik saja pak…(suara rendah, posisi tubuh agak gelisah)
Konselor: Anda katakana anda baik-baik saja, tetapi anda kelihatan seperti ada sesuatu yang kurang beres.
b. Inkonsistensi antara dua hal yang merupakan isi ucapan klien. Contoh:
Konselor: Anda katakana bahwa nyatanya hal itu tidak penting bagi anda, tetapi pada pertemuan yang lalu anda mengatakannya penting.
Konselor: Anda katakana bahwa anda selamanya menemui kegagalan, tetapi nampaknya bertentangan dengan apa yang baru saja nada ungkapkan beberapa menit yang lalu.
c. Inkonsistensi antara apa yang ia inginkan dan apa yang nyatanya sedang ia lakukan
Contoh:
Konselor: Anda katakana bahwa bertele-tele adalah suatu problem bagi anda. Anda ingin langsung bekerja saja, tetapi saya tidak dapat menolong memberitahukan bahwa anda terus menerus bertele-tele dalam sesi ini di sini tadi.
konfrontasi  adalah    ketrampilan  konselor  untuk menunjukkan  adanya  kesenjangan,  diskrepensi,  atau  inkongruensi  dalam  diri  konseli dan  kemudian  konselor  mengumpanbalikkan  kepada  konseli. Bentuk bervariasi sesuai percakapan, sebagai contoh berikut ini ;
Conseli.:      “Sebenarnya  sih  saya  belum  pindah sekolah  karena  sekarang  ini  cari sekolah itu susah. Kalau saya tidak pindah teman sekelas saya itu  semakin  besar  kepala.  Saya  mengalah  terus,  lagian  saya  harus mengalah terus.
Conselor.: “anda  ingin  tetap  tinggal  di  sekolah,  anda  tidak krasan karena perlakuan teman anda itu”.
Tujuannya Confronting adalah untuk membantu proses perkembangan konseli  yang  sementara  ini  nampak  terganggu  oleh  adanya  kesenjanagan  tersebut.
dapat digunakaan apabila hubungan antara konselor dan konseli sudah  terbina  dengan  baik  dan  sudah  mencapai  kepercayaan,  jika  tidak  justru  terjadi resistensi di pihak konseli
 
8. Keterampilan mengidentifikasi perasaan dan emosi
Bagaimana perasaan seseorang tentang suatu masalah adalah sangat penting bahkan lebih penting dari hakekat masalah itu sendiri (isi masalah). Perasaan itu sendiri terjalin erat dengan masalah yang diajukan oleh seorang klien. Keberhasilan seseorang memecahkan masalahnya, tergantung pada bagaimana orang itu memahami perasaan-perasaannya sendiri. Untuk membantu klien mengklarififkasikan perasaan dan emosinya, maka langkah pertama adalah konselor itu harus familiar dengan emosinya sendiri. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dibicarakan bagaimana agar konselor mampu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan-perasaannya sendiri, serta juga mampu mengidentififkasi perasaan dan emosi orang lain (klien).
Keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki, adalah:
a. Menggambarkan/mendeskripsikan perasaan konselor sendiri. Cara yang dapat menolong mendeskripsikan perasaan dan emosi, adalah dengan cara:
1) Mengidentifikasi dan menyebutkan perasaan itu sendiri, seperti:
a) Saya merasa marah
b) Saya merasa dipermalukan
c) Saya merasa senang dengan anda
2) Menggunakan kiasan, seperti:
a) Saya merasa seperti katak kecil di tengah kolam yang luas
b) Saya merasa seperti mendapatkan durian runtuh
c) Saya merasa seperti dilumat-lumat
3) Menggambarkan perasaan dalam action, seperti:
a) Saya merasa ingin merangkul dan merangkul anda
b) Saya rasanya ingin menampar anda
c) Saya rasanya ingin pergi dan meninggalkan anda
4) Memproyeksikan perasaan itu sendiri pada bagian tubuh anda, seperti:
a) Perasaanku terasa tersumbat pada tenggorokan
b) Dadaku terasa terbakar
c) Hatiku terasa hancur rasanya
Kesimpulannya, bilamana kita mendeskripsikan perasaan kita sendiri, tujuan kita adalah mencoba membuat jelas apa dan bagaimana perasaan kita.
b. Menggunakan perception check
Perception check ini digunakan untuk memahami perasaan klien melalui informasi yang disampaikannya sendiri kepada konselor (verbal, non-verbal, situasional, ataupun pengalaman masa lalu). Tugas konselor adalah mentransformasikan ekspresi perasaan klien ke dalam suatu deskripsi tentatif mengenai perasaan klien sendiri, yang selanjutnya deskripsi tentatif tersebut dihadapkan kembali kepada klien. Contoh: “saya mendapat kesan bahwa anda marah dengan saya”. Benarkah demikian? “Saya tidak tahu pasti, tetapi saya mempunyai kesan bahwa komentar saya melukai perasaan anda, mendongkolkan perasaan anda”.
9. Keterampilan mengintegrasikan berbagai keterampilan
Keterampilan mengintegrasikan berbagai keterampilan konseling, pada dasarnya adalah keterampilan konselor dalam menggunakan secara integral bebrapa keterampilan konseling dalam sesi konseling dengan berbagai kemampuan diri dan keterampilan yang utuh tanpa merasa cemas ataupun gugup. Jadi, yang menjadi sasaran latihan ini adalah dimilikinya keutuhan diri konselor dalam memadukan berbagai keterampilan konseling dalam situasi yang nyata.
Pada beberapa sesi sebelumnya, nampaknya latihan yang dilakukan hanya seperti dibuat-buat (artificial), dan berada di luar diri kita. Sekarang peserta lain dengan kepribadian, potensi, dan seterusnya perlu mencobakan keutuhan diri untuk melaksanakan suatu layanan bantuan yang baik melalui suatu ”interaksi membantu” (helping interaction) dengan klien dalam situasi yang utuh pula. Untuk itu perlu terampil dalam mengintegrasikan berbagai keterampilan yang telah dipelajarinya.


Konselor juga dapat melakukan Termination merupakan teknik yang dipergunakan konselor untuk mengakhiri wawancara konseling, baik mengakhiri untuk dilanjutkan pada pertemuan berikutnya maupun mcngakhiri karena wawancara konseling betul-betul tclah berakhir. Brammer  (1987) mengemukakan cara-cara mengakhiri konseling, antara lain: (1) Merujuk pada keterbatasan  waktu  yang  telah  disepakati  bersama.
(2) Meringkas  atau  merangkum
(3)  Merujuk  pada  waktu  yang  akan  datang.  , misalnya “ Waktu kita hampir habis, kapan kamu ingin kembali lagi ?“.
(4) Berdiri. Berdiri merupakan persyaratan teknik  persuasif  untuk  mengakhiri  konseling,  maka  konselor  dapat  berdiri  yang mengisyaratkan  hahwa  konseling  telah  berakhir,  dan  hal  ini  dapat  dilakukan  secara lemah  lembut  sebelum  konselin  mempunyai  kesempatan  untuk  pindah  kepada  topik lain.
(5) Gerak isyarat halus. Gerak isyarat halus ini bisa di lakukan dengan melihat jam tangan atau jam dinding. untuk mengakhiri wawancara konseling, baik mengakhiri untuk dilanjutkan pada pertemuan berikutnya maupun mcngakhiri karena wawancara konseling betul-betul tclah berakhir
dapat digunakaan pada sesi tengah atau akhir dan menyesuaikan percakapan.
Buku Sumber:
Soeharto, dkk. 2011. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Modul, Media, dan Evaluasi Bimbingan dan Konseling. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 113 Universitas Sebelas Maret

Rabu, 16 April 2014

Mari Mengenal Gangguan Jiwa untuk Hidup yang Lebih Baik




Hai semua.. Saya ingin membahas mengenai gangguan jiwa. Kita semua pasti sering mendengar tentang banyaknya kasus mengenai kejiwaan seperti seorang anak diduga membunuh ibunya dengan memutilasi tubuh ibunya di Jakarta. Seorang narapidana bunuh diri di rumah tahanan Cipinang, diduga karena beban psikologis yang berat yang harus dia terima. Seorang wanita setengah baya stres karena harus menunggui ayahnya yang sedang sakit berat berbulan-bulan. Seorang remaja harus mengalami gangguan mental karena diputuskan oleh pacarnya. Gangguan jiwa ada di mana-mana dan bisa mengenai siapa saja tanpa memandang latar belakang dan status ekonomi serta pendidikannya. Gangguan jiwa terjadi melalui suatu proses yang terjadi beberapa waktu sebelumnya, bisa cepat, bisa juga lebih lambat. Apabila dideteksi dengan lebih cepat maka gangguan jiwa akan lebih mudah diterapi, diobati sehingga yang bersangkutan dapat pulih dan produktif kembali. Penyebab seseorang bisa menderita gangguan jiwa bermacam-macam atau disebut multifaktorial, yaitu :
         Faktor genetik, keturunan
         Kondisi ibu selama dia mengandung, bila ada gangguan mental, emosional, atau fisik maka akan mempengaruhi saraf otak janin yang dikandungnya
         Proses persalinan, bila ada komplikasi maka meningkatkan risiko
         Penyakit fisik seperti panas tinggi, kejang, atau penyakit berat lainnya mulai dari lahir sampai usia sekarang
         Riwayat jatuh, terbentur kepala, kena pukul atau kecelakaan
         Penggunaan Narkoba/Napza seperti : alkohol, ganja (cannabis). Shabu-shabu, Extasy, obat penenang, heroin (putaw), dll
         Riwayat trauma, beban psikologis yang berat, masalah yang sulit diselesaikan, konflik, keinginan yang tidak tercapai, kemarahan yang terpendam, kesedihan yang mendalam, kehilangan, kekecewaan, dll

Semuanya itu membuat keseimbangan zat kimia di otak (neurotransmiter) menjadi berubah dan tidak stabil dan inilah yang memunculkan adanya perubahan pada : cara berpikir, perasaan, sikap, dan perilaku.
Seseorang dapat dikategorikan sebagai sehat mental apabila: mudah beradaptasi, memiliki daya juang yang besar, memiliki manajemen stress yang baik, suka menolong, mampu intropeksi diri, dapat memberi solusi baik, asertif dan dapat memberi kasih sayang.
Berikut ini beberapa gangguan jiwa yang sering terjadi dan memerlukan perhatian khusus :
1.       Demensia                    : kepikunan pada orang tua, ditandai dengan hilangnya daya ingat (memori), perubahan kepribadian, perubahan perilaku menjadi mudah marah, mudah sedih, perilaku tidak wajar seperti bicara dan tertawa sendiri, keluyuran, sulit belajar hal-hal yang baru.
2.       Psikotik/skizofrenia                : gangguan penilaian realitas ditandai dengan adanya halusinasi seperti mendengar suara-suara bisikan, melihat bayangan-bayangan, merasa di badan seperti ada yang menyentuh/meraba, seperti mencium bau-bauan yang tidak ada sumbernya, pembicaraan tidak nyambung, adanya waham yaitu keyakinan yang salah, seperti merasa dibicarakan orang lain, seperti merasa ada yang ingin berbuat tidak baik, merasa sebagai orang yang berbeda, seringkali disertai dengan perilaku agresif yang berbahaya seperti marah, merusak, dan melukai orang lain.
3.       Depresi                        : perasaan sedih yang mendalam disertai dengan hilangnya semangat dan motivasi, badan jadi mudah lelah/tidak bertenaga, perubahan pada pola tidur dan pola makan, sulit konsentrasi/tidak fokus, dan ada keinginan untuk bunuh diri
4.       Cemas/ansietas        : rasa cemas/khawatir/panik mendominasi gangguan ini, disertai dengan adanya perubahan pada tubuh seperti nafas cepat dan pendek, jantung berdebar, keringat dingin, nyeri/tidak nyaman di perut, pusing, pandangan kabur
5.       Bipolar                          : Ini adalah gangguan mood/perasaan, orang yang mengalaminya mengalami perubahan mood dari senang ke sedih yang berlebihan, saat senang merasa memiliki banyak energi, tidak tidur-tidur, mengerjakan banyak hal, ada perilaku berisiko, hasrat seksual meningkat, belanja berlebihan, membagikan barang tidak wajar, bicara cepat dan loncat dari satu topik lainnya. Pada lain kesempatan muncul gangguan depresi seperti gejala di no.3.
6.       Gangguan kepribadian          : Suatu gangguan yang sudah mendalam ditandai dengan kepribadian yang tidak fleksibel dan kaku sehingga tidak bisa beradaptasi dengan baik dengan lingkungan. GK paranoid (gampang curiga), GK skizoid (dingin,tdk senang bersosialisasi), GK skizotipal (eksentrik,perilaku aneh), GK histrionik (ekspresif, ingin jadi pusat perhatian), GK narsisistik (ingin selalu diutamakan dan jadi nomor satu), GK ambang (emosi tidak stabil, mudah meledak-ledak), GK antisosial (tidak memperdulikan perasaan orang lain dan norma yang berlaku, banyak melanggar aturan), GK cemas menghindar (selalu menghindari berbagai tugas dan enggan mengambil suatu tanggung jawab), GK dependen (selalu bergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan).

Hal yang harus segera dilakukan adalah melapor pada kader kesehatan, melapor pada fasilitas pelayanan kesehatan, memberikan info ke keluarga untuk membawa penderita ke fasilitas yankes(puskesmas atau RS) disertai jamkes, mendukung penderita untuk minum obat secara teratur.
Gangguan jiwa membuat seseorang menjadi terganggu fungsi dan produktivitasnya dan ini bisa mengganggu juga keluarga dan masyarakat. Dengan melakukan deteksi dini dan penanganan yang baik maka gangguan jiwa dapat cepat dipulihkan dan tidak mejadi makin berat. Deteksi dini gangguan jiwa dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit, psikiater, psikolog, perawat jiwa dan di rumah sakit jiwa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah wawancara, pemeriksaan lab dan radiologi (bila diperlukan), tes kesehatan mental dan tes psikologis lainnya. Setelah diagnosis ditegakkan maka terapi akan segera dimulai dan kesembuhan akan cepat diraih. Pengobatan untuk gangguan jiwa berlangsung lama dan dibutuhkan konsultasi yang rutin.
Dengan melakukan deteksi dini dan pemeriksaan maka gangguan jiwa yang berat dapat dihindari sehingga bahaya juga bisa dicegah.

Sekian dan Terima kasih