Hai semua... Saya pernah
mendapat sebuah kasus psikologi mengenai anak yang belum bisa membaca
padahal anak tersebut sudah masuk ke sekolah dasar. Anak tersebut
cukup cerdas tapi belum bisa membaca. Dari hal ini mulai muncul
partanyaan dalam pikiran saya, apa yang terjadi pada anak ini? Apakah
anak tersebut Disleksia.
Coba jawab pertanyaan di bawah
ini terlebih dahulu:
1.
Apakah ada diantara anggota keluarga yang memiliki kesulitan dalam
belajar mengeja atau membaca semasa masa sekolah dulunya?
2. Apakah anak merasa takut atau cemas ketika akan berangkat sekolah
3. Apakah anak mengalami kesulitan dalam mengeja?
4. Apakah anak mengalami kesulitan dalam membaca atau melewati kata-kata tertentu ketika sedang membaca?
5. Apakah anak kesulitan membaca dengan suara lantang?
6. Apakah anak kesulitan dalam menyalin?
7. Apakah anak kesulitan dalam mengikuti perintah atau instruksi yang tertulis?
8. Apakah anak mengalami kesulitan dalam menghitung mundur seperti 100, 99, 98, 97 dst.
9. Apakah ada anggota keluarga yang kidal?
2. Apakah anak merasa takut atau cemas ketika akan berangkat sekolah
3. Apakah anak mengalami kesulitan dalam mengeja?
4. Apakah anak mengalami kesulitan dalam membaca atau melewati kata-kata tertentu ketika sedang membaca?
5. Apakah anak kesulitan membaca dengan suara lantang?
6. Apakah anak kesulitan dalam menyalin?
7. Apakah anak kesulitan dalam mengikuti perintah atau instruksi yang tertulis?
8. Apakah anak mengalami kesulitan dalam menghitung mundur seperti 100, 99, 98, 97 dst.
9. Apakah ada anggota keluarga yang kidal?
Bila
jawaban Anda YA untuk 4 atau lebih dari beberapa pertanyaan diatas
maka perlu dilakukan konsultasi secara mendalam mengenai disleksi
pada psikolog atau tenaga kesehatan professional.
- Apa sebenarnya Disleksia itu?
Disleksia berasal dari
bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan
kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah
berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya
mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja,
menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada
anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun
motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan
akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi
yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia
merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai
dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam
pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang
mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan
input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali
ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara
kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan
pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat
terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat
perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
B. Disleksia
dan otak kita.
Beberapa teori
mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan
beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua
keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya
(tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini
menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan
anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak
bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance
Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas
membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia
jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan
input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu
makna.
Disleksia erat kaitannya
dengan trauma kepala atau luka yang disebabkan pada bagian area otak
yang mengontrol kemampuan belajar terutama membaca atau menulis.
Namun demikian, trauma kepala ini sangat jarang ditemukan sebagai
penyebab utama pada anak disleksia.
Penyebab lainnya adalah
kerusakan otak bagian kiri (cerebral cortex) yang mengakibatkan anak
kesulitan membaca dengan lancar seperti orang dewasa. Disleksia juga
dapat diturunkan melalui gen (hereditas) sebagai salah satu faktor
penyebab kemunculan disleksia bawaan. Faktor hereditas ini lebih
banyak ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
Disleksia juga ditemukan
pada anak yang mengalami kelahiran primatur. Kelainan hormonal pada
masa perkembangan fetal (bayi) pada masa kandungan awal (tiga bulan
pertama) juga dapat mengakibatkan kemungkinan adanya gangguan
disleksia dikemudian hari.
Beberapa anak disleksia
ditemukan kerusakan pada bagian otak tertentu yang berhubungan dengan
fungsi penglihatan dan pendengaran, gangguan ini kadang juga
berkaitan dengan gangguan disgrafia (dysgraphia), yakni gangguan
dalam menulis seperti kesulitan dalam menggenggam pensil atau
menggambar sesuatu diatas kertas.
C.
Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes
pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia.
Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari
orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter
anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain
seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia
yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan
neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan
pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya
gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra
sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami
gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah
dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali
huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam
keluarga.
Keluhan utama pada anak
disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi
sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru
melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan
membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara
dan kesulitan dalam membaca, menulis,
Memahami urutan (sequencing), Memahami
orientasi dan Memahami angka.
Assessment dilakukan untuk
mengetahui permasalahan utama yang dialami anak, test dilakukan
mencakup lima area; kognisi (inteligensi), kemampuan akademik,
komunikasi, sensor motorik, dan perkembangan kesehatan. Test
dilakukan dengan melibatkan beberapa tenaga ahli dibidangnya dengan
melibakan orangtua.
Beberapa alat test yang
sering digunakan dalam mendiagnosa disleksia, misalnya dengan
menggunakan alat test khusus seperti; Beery Developmental Test of
Visual-Motor Integration, Wechsler Intelligence Scale for
Children-Third Edition (WISC-III), Kaufman Assessment Battery for
Children (KABC), Stanford-Binet Intelligence Scale, Woodcock-Johnson
Psycho-Educational Battery, Peabody Individual Achievement
Tests-Revised (PIAT), Wechsler Individual Achievement Tests (WIAT)
dan sebagainya.
Simtom yang biasa muncul pada
anak Disleksia:
•
Kesulitan mengenali huruf atau
mengejanya.
•
Kesulitan membuat pekerjaan
tertulis secara terstruktur misalnya esai
•
Huruf tertukar-tukar, misal ’b’
tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’,
’s’ tertukar ’z’
•
Membaca lambat dan terputus-putus
serta tidak tepat.
•
Menghilangkan atau salah baca
kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
•
Mengabaikan kata awalan pada
waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
•
Tidak dapat membaca ataupun
membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
•
tertukar-tukar kata (misalnya :
dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat,
mana-nama).
•
Daya ingat jangka pendek yang
buruk
•
Kesulitan memahami kalimat yang
dibaca atau pun yang didengar
•
Tulisan tangan yang buruk
•
Mengalami kesulitan mempelajari
tulisan sambung
•
Ketika mendengarkan sesuatu,
rentang perhatiannya pendek
•
Kesulitan dalam mengingat
kata-kata
•
Kesulitan dalam diskriminasi
visual
•
Kesulitan dalam persepsi spatial
•
Kesulitan mengingat nama-nama
•
Kesulitan / lambat mengerjakan PR
•
Kesulitan memahami konsep waktu
•
Kesulitan membedakan huruf vokal
dengan konsonan
•
Kebingungan atas konsep alfabet
dan simbol
•
Kesulitan mengingat rutinitas
aktivitas sehari-hari
•
Kesulitan membedakan kanan kiri
Pertanda
disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan
dalam berbicara :
•
Salah pelafalan kata-kata yang
panjang
•
Bicara tidak lancar
•
Menggunakan kata-kata yang tidak
tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan
dalam membaca:
•
Sangat lambat kemajuannya dalam
ketrampilan membaca
•
Sulit menguasai / membaca
kata-kata baru
•
Kesulitan melafalkan kata-kata
yang baru dikenal
•
Kesulitan membaca kata-kata
”kecil” seperti: di, pada, ke
•
Kesulitan dalam mengerjakan tes
pilihan ganda
•
Kesulitan menyelesaikan tes dalam
waktu yang ditentukan
•
Kesulitan mengeja
•
Membaca sangat lambat dan
melelahkan
•
Tulisan tangan berantakan
•
Sulit mempelajari bahasa asing
(sebagai bahasa kedua)
•
Riwayat adanya disleksia pada
anggota keluarga lain.
D.
Dampak disleksia pada anak;
Disleksia
berdampak buruk pada anak seperti:
-
Frustrasi ketika belajar membaca
-
Kegagalan belajar sekolah
-
Enggan atau rasa malas ke sekolah
-
Depresi
-
Rendah motivasi
-
Rendah self-esteem
-
Menarik diri dari teman sepermainan
-
Kecemasan
E.
Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif
menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan
kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti
“menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana
disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil
menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh
disleksia nya tersebut.
Mengingat demikian
“kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi
orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti
tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada
tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena
semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula
intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut
dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan
yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
-
Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia
antara orang tua dan guru
-
Anak duduk di barisan paling depan di kelas
-
Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas,
misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar
dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
-
Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin
soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak
untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk
tertulis di kertas)
-
Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan
belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya
perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
-
Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan
memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan
antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid
harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena
kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan
huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis
huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf
dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k,
v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa:
”r, n, m, h”.
-
Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika
belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih
senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita
perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda
dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak
bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika
cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
-
Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama
jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan
mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika
prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan”
yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi
individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri.
Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan
menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya
adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya,
memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang
diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak
disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak
disleksia.
-
Manajemen kelas kecil. Dengan kelas
yang terdiri dari 10 anak, yang dibimbing oleh 2 orang guru,
perhatian guru untuk masing-masing anak lebih terfokus. Dalam kelas
yang relatif kecil ini, siswa juga lebih mudah mengarahkan
perhatiannya.
-
Pendekatan multisensoryAgar siswa lebih mudah memahami
pelajaran, guru menyampaikan materi melalui berbagai indera, baik
penglihatan, pendengaran, sentuhan, ataupun dengan pengalaman
langsung.
-
Adanya aturan kelasAturan kelas berfungsi untuk mengkondisikan
situasi belajar di kelas agar menjadi kondusif dan proses
belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Aturan di
masing-masing kelas bisa berbeda, tergantung dari kondisi siswa dari
kelas yang bersangkutan.
-
Adanya reward systemUntuk siswa berkesulitan belajar, reward
system ini amat bermanfaat untuk membangun motivasi mereka. Pada
mulanya reward bersifat eksternal dan secara bertahap diubah menjadi
internal
-
Pelatihan ketrampilan sosialPelatihan ini berguna untuk
meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun lingkungan sosial
anak. Dalam pelatihan ini, anak juga diarahkan untuk memahami
kesulitan belajarnya dan bagaimana strategi untuk mengatasinya.
-
Belajar dengan iringan musikDi kelas anak belajar dengan
iringan musik klasik, untuk mengarahkan konsentrasi dan emosi
mereka.
-
Kegiatan ekstra-kurikuler difokuskan untuk meminimalkan
kesulitan belajar anakKegiatan ini bukan diarahkan pada prestasi,
tetapi lebih pada melatih proses-proses yang dapat meminimalkan
kesulitan belajar siswa. Misalnya kegiatan sepak bola difokuskan
untuk melatih koordinasi visual-motorik dan kerjasama.
-
Usahakan suasana tenang ketika anak mulai belajar membaca
-
Usahakanlah mendapatkan buku bacaan yang juga mempunyai kaset
(audio)
-
Gunakan buku dengan tulisan yang agak besar dan spasi agak
jarang
-
Catat beberapa kata yang sulit anak untuk melafalkannya
-
Catat tingkat kemajuan yang dicapai anak dan beri penghargaan
-
Bolehkan anak menggunakan komputer dalam melatih anak
mengarang
-
Jangan menggunakan bahan bacaan yang mirip
-
Gunakan banyak metode mengajar yang berbeda-beda
-
Ajarkan anak mengenai logika yang lebih banyak dibanding
hal-hal yang menyangkut memori
Demikian info dari saya, semoga bermanfaat
buat kita semua. Terima kasih..
|
Buku
Anastasi,
A. (1968). Psychological Testing. 3rd ed.. The Macmillan Company, New
York.
Miles,
T. R. (1983). Dyslexia: The Pattern of Difficulties . Granada
Publishing Co., St Albans
Snowling,
M., (1987). Dyslexia. A Cognitive Developmental Perspective, Oxford.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda