Rabu, 23 April 2014

Disleksia


Hai semua... Saya pernah mendapat sebuah kasus psikologi mengenai anak yang belum bisa membaca padahal anak tersebut sudah masuk ke sekolah dasar. Anak tersebut cukup cerdas tapi belum bisa membaca. Dari hal ini mulai muncul partanyaan dalam pikiran saya, apa yang terjadi pada anak ini? Apakah anak tersebut Disleksia.
Coba jawab pertanyaan di bawah ini terlebih dahulu:
1. Apakah ada diantara anggota keluarga yang memiliki kesulitan dalam belajar mengeja atau membaca semasa masa sekolah dulunya?
2. Apakah anak merasa takut atau cemas ketika akan berangkat sekolah
3. Apakah anak mengalami kesulitan dalam mengeja?
4. Apakah anak mengalami kesulitan dalam membaca atau melewati kata-kata tertentu ketika sedang membaca?
5. Apakah anak kesulitan membaca dengan suara lantang?
6. Apakah anak kesulitan dalam menyalin?
7. Apakah anak kesulitan dalam mengikuti perintah atau instruksi yang tertulis?
8. Apakah anak mengalami kesulitan dalam menghitung mundur seperti 100, 99, 98, 97 dst.
9. Apakah ada anggota keluarga yang kidal?
 Bila jawaban Anda YA untuk 4 atau lebih dari beberapa pertanyaan diatas maka perlu dilakukan konsultasi secara mendalam mengenai disleksi pada psikolog atau tenaga kesehatan professional.
  1. Apa sebenarnya Disleksia itu?
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
B. Disleksia dan otak kita.
Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.
Disleksia erat kaitannya dengan trauma kepala atau luka yang disebabkan pada bagian area otak yang mengontrol kemampuan belajar terutama membaca atau menulis. Namun demikian, trauma kepala ini sangat jarang ditemukan sebagai penyebab utama pada anak disleksia.
Penyebab lainnya adalah kerusakan otak bagian kiri (cerebral cortex) yang mengakibatkan anak kesulitan membaca dengan lancar seperti orang dewasa. Disleksia juga dapat diturunkan melalui gen (hereditas) sebagai salah satu faktor penyebab kemunculan disleksia bawaan. Faktor hereditas ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
Disleksia juga ditemukan pada anak yang mengalami kelahiran primatur. Kelainan hormonal pada masa perkembangan fetal (bayi) pada masa kandungan awal (tiga bulan pertama) juga dapat mengakibatkan kemungkinan adanya gangguan disleksia dikemudian hari.
Beberapa anak disleksia ditemukan kerusakan pada bagian otak tertentu yang berhubungan dengan fungsi penglihatan dan pendengaran, gangguan ini kadang juga berkaitan dengan gangguan disgrafia (dysgraphia), yakni gangguan dalam menulis seperti kesulitan dalam menggenggam pensil atau menggambar sesuatu diatas kertas.


C. Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga.
Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca, menulis, Memahami urutan (sequencing), Memahami orientasi dan Memahami angka.
Assessment dilakukan untuk mengetahui permasalahan utama yang dialami anak, test dilakukan mencakup lima area; kognisi (inteligensi), kemampuan akademik, komunikasi, sensor motorik, dan perkembangan kesehatan. Test dilakukan dengan melibatkan beberapa tenaga ahli dibidangnya dengan melibakan orangtua.
Beberapa alat test yang sering digunakan dalam mendiagnosa disleksia, misalnya dengan menggunakan alat test khusus seperti; Beery Developmental Test of Visual-Motor Integration, Wechsler Intelligence Scale for Children-Third Edition (WISC-III), Kaufman Assessment Battery for Children (KABC), Stanford-Binet Intelligence Scale, Woodcock-Johnson Psycho-Educational Battery, Peabody Individual Achievement Tests-Revised (PIAT), Wechsler Individual Achievement Tests (WIAT) dan sebagainya.


Simtom yang biasa muncul pada anak Disleksia:
Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama).
Daya ingat jangka pendek yang buruk
Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
Tulisan tangan yang buruk
Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
Kesulitan dalam mengingat kata-kata
Kesulitan dalam diskriminasi visual
Kesulitan dalam persepsi spatial
Kesulitan mengingat nama-nama
Kesulitan / lambat mengerjakan PR
Kesulitan memahami konsep waktu
Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
Kesulitan membedakan kanan kiri


Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :
Salah pelafalan kata-kata yang panjang
Bicara tidak lancar
Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
Kesulitan dalam membaca:
Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
Kesulitan mengeja
Membaca sangat lambat dan melelahkan
Tulisan tangan berantakan
Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain.


D. Dampak disleksia pada anak;
 Disleksia berdampak buruk pada anak seperti:
- Frustrasi ketika belajar membaca
- Kegagalan belajar sekolah
- Enggan atau rasa malas ke sekolah
- Rendah motivasi
- Rendah self-esteem
- Menarik diri dari teman sepermainan
- Kecemasan

E. Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut.
Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
- Manajemen kelas kecil. Dengan kelas yang terdiri dari 10 anak, yang dibimbing oleh 2 orang guru, perhatian guru untuk masing-masing anak lebih terfokus. Dalam kelas yang relatif kecil ini, siswa juga lebih mudah mengarahkan perhatiannya. 
- Pendekatan multisensoryAgar siswa lebih mudah memahami pelajaran, guru menyampaikan materi melalui berbagai indera, baik penglihatan, pendengaran, sentuhan, ataupun dengan pengalaman langsung. 
- Adanya aturan kelasAturan kelas berfungsi untuk mengkondisikan situasi belajar di kelas agar menjadi kondusif dan proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Aturan di masing-masing kelas bisa berbeda, tergantung dari kondisi siswa dari kelas yang bersangkutan. 
- Adanya reward systemUntuk siswa berkesulitan belajar, reward system ini amat bermanfaat untuk membangun motivasi mereka. Pada mulanya reward bersifat eksternal dan secara bertahap diubah menjadi internal 
- Pelatihan ketrampilan sosialPelatihan ini berguna untuk meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun lingkungan sosial anak. Dalam pelatihan ini, anak juga diarahkan untuk memahami kesulitan belajarnya dan bagaimana strategi untuk mengatasinya. 
- Belajar dengan iringan musikDi kelas anak belajar dengan iringan musik klasik, untuk mengarahkan konsentrasi dan emosi mereka. 
- Kegiatan ekstra-kurikuler difokuskan untuk meminimalkan kesulitan belajar anakKegiatan ini bukan diarahkan pada prestasi, tetapi lebih pada melatih proses-proses yang dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa. Misalnya kegiatan sepak bola difokuskan untuk melatih koordinasi visual-motorik dan kerjasama.  
- Usahakan suasana tenang ketika anak mulai belajar membaca
- Usahakanlah mendapatkan buku bacaan yang juga mempunyai kaset (audio)
- Gunakan buku dengan tulisan yang agak besar dan spasi agak jarang
- Catat beberapa kata yang sulit anak untuk melafalkannya
- Catat tingkat kemajuan yang dicapai anak dan beri penghargaan
- Bolehkan anak menggunakan komputer dalam melatih anak mengarang
- Jangan menggunakan bahan bacaan yang mirip
- Gunakan banyak metode mengajar yang berbeda-beda
- Ajarkan anak mengenai logika yang lebih banyak dibanding hal-hal yang menyangkut memori


Demikian info dari saya, semoga bermanfaat buat kita semua. Terima kasih..
  
Buku
Anastasi, A. (1968). Psychological Testing. 3rd ed.. The Macmillan Company, New York.
Miles, T. R. (1983). Dyslexia: The Pattern of Difficulties . Granada Publishing Co., St Albans
Snowling, M., (1987). Dyslexia. A Cognitive Developmental Perspective, Oxford.


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda